Asal Usul Leak dari Bali

Leak adalah seorang manusia yang sedang mempraktekkan ilmu hitam dan memiliki perilaku kanibalisme. Dikatakan bahwa Leak terbang sekitar mencoba mencari seorang wanita hamil untuk menghisap darah bayi atau anak yang baru lahir, untuk melengkapi kemampuan magis nya. Ada tiga Leak legendaris, dua perempuan dan satu laki-laki. Kebocoran dengan keterampilan sihir yang besar dapat berubah menjadi Rangda, ratu ilmu hitam. Leak dikatakan menghantui pemakaman, memakan mayat, memiliki kekuatan untuk mengubah diri menjadi binatang, bahkan dia berbentuk monyet dengan emas atau gigi tikus besar, sebuah bola dari api dan bahkan raksasa gundul. Dikatakan bahwa dia memiliki lidah yang sangat panjang dan taring besar.

Di siang hari ia muncul sebagai seorang manusia biasa, tapi pada malam hari kepalanya dan isi perut membebaskan diri dari tubuh mereka dan terbang di sekitar. Musuh yang kuat nya adalah Barong, karakter dalam mitologi Bali. Dia adalah raja dari roh-roh, pemimpin tuan rumah yang baik. Barong dan Rangda ada di urutan alam kosmos dan mewakili Baik dan Jahat. Baik Barong dan Rangda yang disemen dalam legenda Bali.


Legenda Leak di Bali mengacu pada sebuah drama mengerikan terinspirasi hitam sihir dengan tokoh kunci dari Calon Arang. Cerita ditulis dalam naskah menggambarkan bahwa selama pemerintahan Erlangga pada abad 11 ada janda yang disebut Calon Arang di desa Girah memiliki seorang putri cantik. Nama Putrinya adalah Ratna Manggali, yang telah mencapai perzinahan, tapi tidak ada satu di antara pemuda dari desa itu dan sekitarnya memiliki keberanian untuk pendekatan perawan. Hal ini karena ibunya diketahui memiliki pengetahuan ilmu hitam, dan dipraktekkan itu jahat, dan dengan sikap buruk itu menyebabkan banyak orang mati bahkan kebencian meningkat antara orang-orang, namun ini digunakan sebagai godaan untuk kebutuhan haus sihirnya hitam.

Reputasi buruk nya akhirnya mencapai istana, dan beberapa prajurit mengambil inisiatif dan meminta izin kepada raja untuk menghukum janda. Para prajurit menuju ke desa Girah dan menemukan tidur nya. Satu solder menyeretnya oleh rambut, tapi sayangnya dia bangun dan sekali dia kaget dia melotot dengan 2 matanya liar memancar shooting api dan dibakar tentara, yang lain mengambil beberapa langkah dari lari tapi sekali lagi mata blitz nya kebakaran membakar mereka kecuali satu solder selamat dari bulu sihir hitam jahat. Tentara ini kemudian melaporkan pengalaman mengerikan kepada raja, dan membuat raja benar-benar kesal dan kehabisan alasan untuk mengatasi masalah tersebut. Calon Arang tahu bahwa istana yang terlibat dalam tindakan skandal percobaan pembunuhan, dan ia menjadi marah tak terkendali dan menyebar kekuatan gaib jahat itu menyebabkan epidemi besar.

Dalam mitologi Bali, Leak adalah penyihir jahat. Le artinya penyihir dan ak artinya jahat. Leak hanya bisa dilihat di malam hari oleh para dukun pemburu leak. Di siang hari ia tampak seperti manusia biasa, sedangkan pada malam hari ia berada di kuburan untuk mencari organ-organ dalam tubuh manusia yang digunakannya untuk membuat ramuan sihir. Ramuan sihir itu dapat mengubah bentuk leak menjadi seekor harimau, kera, babi atau menjadi seperti Rangda. Bila perlu ia juga dapat mengambil organ dari orang hidup.

Kepercayaan

Diceritakan juga bahwa Leak dapat berupa kepala manusia dengan organ-organ yang masih menggantung di kepala tersebut. Leak dikatakan dapat terbang untuk mencari wanita hamil, untuk kemudian menghisap darah bayi yang masih di kandungan. Ada tiga leak yang terkenal. Dua di antaranya perempuan dan satu laki-laki.

Menurut kepercayaan orang Bali, Leak adalah manusia biasa yang mempraktekkan sihir jahat dan membutuhkan darah embrio agar dapat hidup. Dikatakan juga bahwa Leak dapat mengubah diri menjadi babi atau bola api, sedangkan bentuk Leyak yang sesungguhnya memiliki lidah yang panjang dan gigi yang tajam. Beberapa orang mengatakan bahwa sihir Leak hanya berfungsi di pulau Bali, sehingga Leak hanya ditemukan di Bali.

Apabila seseorang menusuk leher Leak dari bawah ke arah kepala pada saat kepalanya terpisah dari tubuhnya, maka Leak tidak dapat bersatu kembali dengan tubuhnya. Jika kepala tersebut terpisah pada jangka waktu tertentu, maka Leak akan mati.

Topeng leak dengan gigi yang tajam dan lidah yang panjang juga kadang-kadang digunakan sebagai hiasan rumah.

Indonesia tak hanya kental dengan budayanya saja, namun juga dengan hal-hal yang berbau mistis. Justru kemistisan sebuah daerah biasanya terkait erat dengan budaya serta adat istiadat daerah tersebut. Leak adalah legenda hantu yang sangat populer dari pulau Bali. Legenda Leak di Bali ini sendiri mengacu pada sebuah drama yang terinspirasi ilmu hitam sihir.


Konon menurut kisahnya leak adalah seorang manusia yang sedang mempraktekkan ilmu hitam dan memiliki perilaku kanibalisme. Dikatakan bahwa Leak terbang sekitar mencoba mencari seorang wanita hamil untuk menghisap darah bayi atau anak yang baru lahir, untuk melengkapi kemampuan magisnya. Ada tiga Leak legendaris, dua perempuan dan satu laki-laki.. Leak dikatakan menghantui pemakaman, memakan mayat, memiliki kekuatan untuk mengubah diri menjadi binatang, bahkan dia berbentuk monyet dengan emas atau gigi tikus besar, sebuah bola dari api dan bahkan raksasa gundul. Dikatakan bahwa dia memiliki lidah yang sangat panjang dan taring besar.

Yang satu ini walaupun diketahui oleh semua penduduk Indonesia, merupakan memedi khas yang berasal dan mungkin hanya ada di Bali. Penyihir jahat (Le berarti penyihir dan Ak artinya jahat) ini biasanya berkeliaran malam hari di kuburan untuk mencari organ tubuh manusia (baik yang hidup atau mati) untuk dijadikan ramuan yang bisa mengubahnya menjadi siluman harimau, kera, babi, bola api atau bahkan berwujud sebagai Rangda (Ratu Leak yang memimpin pasukan penyihir dan sering menculik dan memakan anak kecil).

Leak konon hanya bisa dilihat di malam hari oleh dukun pemburu Leak, karena siangnya ia berwujud manusia biasa. Bentuk aslinya adalah makhluk dengan lidah yang sangat panjang dan gigi yang tajam, ada juga kepercayaan yang menampilkan bentuk Leak sebagai kepala manusia yang terbang dengan organ-organ tubuh menggantung tanpa badan di bawahnya (mirip seperti legenda Kuyang di Kalimantan dengan bentuk kepala terbang tanpa badan yang juga menyamar sebagai manusia yang selalu mengenakan jubah di siang hari). Mangsa utama Leak selain anak kecil adalah wanita-wanita hamil yang akan ia hisap darah bayi yang ia kandung untuk bertahan hidup. Karena sihirnya hanya berfungsi di Bali, Leak hanya bisa ditemukan di pulau ini.

Konon untuk bisa mengalahkan Leak, sang pemburu harus menusuk kepala Leak dari bawah ke atas saat kepala Leak itu terbang meninggalkan tubuhnya agar tubuh dan kepala Leak tidak bisa bersatu kembali. Jika tubuh dan kepalanya dipisah, lama-kelamaan Leak akan mati (Proses pengusiran memedi ini sedikit lebih sulit dari Kuyang yang cukup digebuk menggunakan sapu ijuk, panci atau wajan).

Serem juga ya baca kisahnya tetapi sekali lagi memang ada keterkaitan erat antara legenda mistis dengan budaya dan adat istiadat setempat. Justru legenda ini juga memperkaya khasanah budaya Indonesia.

Sejarah Keris Indonesia


Keris adalah senjata tikam khas Indonesia. Berdasarkan dokumen-dokumen purbakala, keris dalam bentuk awal telah digunakan sejak abad ke-9. Kuat kemungkinannya bahwa keris telah digunakan sebelum masa tersebut. Menteri Kebudyaan Indonesia, Jero Wacik telah membawa keris ke UNESCO dan meminta jaminan bahwa ini adalah warisan budaya Indonesia.

Penggunaan keris sendiri tersebar di masyarakat rumpun Melayu. Pada masa sekarang, keris umum dikenal di daerah Indonesia (terutama di daerah Jawa, Madura, Bali/Lombok, Sumatra, sebagian Kalimantan, serta sebagian Sulawesi), Malaysia, Brunei, Thailand, dan Filipina (khususnya di daerah Mindanao). Di Mindanao, bentuk senjata yang juga disebut keris tidak banyak memiliki kemiripan meskipun juga merupakan senjata tikam.

Keris memiliki berbagai macam bentuk, misalnya ada yang bilahnya berkelok-kelok (selalu berbilang ganjil) dan ada pula yang berbilah lurus. Orang Jawa menganggap perbedaan bentuk ini memiliki efek esoteri yang berbeda.

Selain digunakan sebagai senjata, keris juga sering dianggap memiliki kekuatan supranatural. Senjata ini sering disebut-sebut dalam berbagai legenda tradisional, seperti keris Mpu Gandring dalam legenda Ken Arok dan Ken Dedes.


Tata cara penggunaan keris berbeda-beda di masing-masing daerah. Di daerah Jawa dan Sunda misalnya, keris ditempatkan di pinggang bagian belakang pada masa damai tetapi ditempatkan di depan pada masa perang. Sementara itu, di Sumatra, Kalimantan, Malaysia, Brunei dan Filipina, keris ditempatkan di depan.


Selain keris, masih terdapat sejumlah senjata tikam lain di wilayah Nusantara, seperti rencong dari Aceh, badik dari Sulawesi serta kujang dari Jawa Barat. Keris dibedakan dari senjata tikam lain terutama dari bilahnya. Bilah keris tidak dibuat dari logam tunggal yang dicor tetapi merupakan campuran berbagai logam yang berlapis-lapis. Akibat teknik pembuatan ini, keris memiliki kekhasan berupa pamor pada bilahnya.



Bagian-bagian keris


Beberapa istilah di bagian ini diambil dari tradisi Jawa, semata karena rujukan yang tersedia. Sebagian ahli tosan aji mengelompokkan keris sebagai senjata tikam, sehingga bagian utama dari sebilah keris adalah wilah (bilah) atau bahasa awamnya adalah seperti mata pisau. Tetapi karena keris mempunyai kelengkapan lainnya, yaitu warangka (sarung) dan bagian pegangan keris atau ukiran, maka kesatuan terhadap seluruh kelengkapannya disebut keris.



Pegangan keris atau hulu keris

Pegangan keris (bahasa Jawa: gaman) ini bermacam-macam motifnya, untuk keris Bali ada yang bentuknya menyerupai patung dewa, patung pedande, patung raksaka, patung penari, pertapa, hutan, dan ada yang diukir dengan kinatah emas dan batu mulia.

Pegangan keris Sulawesi menggambarkan burung laut. Hal itu sebagai perlambang terhadap sebagian profesi masyarakat Sulawesi yang merupakan pelaut, sedangkan burung adalah lambang dunia atas keselamatan. Seperti juga motif kepala burung yang digunakan pada keris Riau Lingga, dan untuk daerah-daerah lainnya sebagai pusat pengembangan tosan aji seperti Aceh, Bangkinang (Riau), Palembang, Sambas, Kutai, Bugis, Luwu, Jawa, Madura dan Sulu, keris mempunyai ukiran dan perlambang yang berbeda. Selain itu, materi yang dipergunakan pun berasal dari aneka bahan seperti gading, tulang, logam, dan yang paling banyak yaitu kayu.


Untuk pegangan keris Jawa, secara garis besar terdiri dari sirah wingking ( kepala bagian belakang ), jiling, cigir, cetek, bathuk (kepala bagian depan),weteng dan bungkul.



• Warangka atau sarung keris

Warangka, atau sarung keris (bahasa Banjar : kumpang), adalah komponen keris yang mempunyai fungsi tertentu, khususnya dalam kehidupan sosial masyarakat Jawa, paling tidak karena bagian inilah yang terlihat secara langsung. Warangka yang mula-mula dibuat dari kayu (yang umum adalah jati, cendana, timoho, dan kemuning). Sejalan dengan perkembangan zaman terjadi penambahan fungsi wrangka sebagai pencerminan status sosial bagi penggunanya. Bagian atasnya atau ladrang-gayaman sering diganti dengan gading.
Secara garis besar terdapat dua bentuk warangka, yaitu jenis warangka ladrang yang terdiri dari bagian-bagian : angkup, lata, janggut, gandek, godong (berbentuk seperti daun), gandar, ri serta cangkring. Dan jenis lainnya adalah jenis wrangka gayaman (gandon) yang bagian-bagiannya hampir sama dengan wrangka ladrang tetapi tidak terdapat angkup, godong, dan gandek.

Aturan pemakaian bentuk wrangka ini sudah ditentukan, walaupun tidak mutlak. Wrangka ladrang dipakai untuk upacara resmi, misalkan menghadap raja, acara resmi keraton lainnya (penobatan, pengangkatan pejabat kerajaan, perkawinan, dll) dengan maksud penghormatan. Tata cara penggunaannya adalah dengan menyelipkan gandar keris di lipatan sabuk (stagen) pada pinggang bagian belakang (termasuk sebagai pertimbangan untuk keselamatan raja ). Sedangkan wrangka gayaman dipakai untuk keperluan harian, dan keris ditempatkan pada bagian depan (dekat pinggang) ataupun di belakang (pinggang belakang).


Dalam perang, yang digunakan adalah keris wrangka gayaman, pertimbangannya adalah dari sisi praktis dan ringkas, karena wrangka gayaman lebih memungkinkan cepat dan mudah bergerak, karena bentuknya lebih sederhana.


Ladrang dan gayaman merupakan pola-bentuk wrangka, dan bagian utama menurut fungsi wrangka adalah bagian bawah yang berbentuk panjang ( sepanjang wilah keris ) yang disebut gandar atau antupan ,maka fungsi gandar adalah untuk membungkus wilah (bilah) dan biasanya terbuat dari kayu ( dipertimbangkan untuk tidak merusak wilah yang berbahan logam campuran ).


Karena fungsi gandar untuk membungkus, sehingga fungsi keindahannya tidak diutamakan, maka untuk memperindahnya akan dilapisi seperti selongsong-silinder yang disebut pendok. Bagian pendok ( lapisan selongsong ) inilah yang biasanya diukir sangat indah, dibuat dari logam kuningan, suasa ( campuran tembaga emas ), perak, emas. Untuk daerah diluar Jawa ( kalangan raja-raja Bugis, Goa, Palembang, Riau, Bali ) pendoknya terbuat dari emas, disertai dengan tambahan hiasan seperti sulaman tali dari emas dan bunga yang bertaburkan intan berlian.


Untuk keris Jawa, menurut bentuknya pendok ada tiga macam, yaitu (1) pendok bunton berbentuk selongsong pipih tanpa belahan pada sisinya, (2) pendok blewah (blengah) terbelah memanjang sampai pada salah satu ujungnya sehingga bagian gandar akan terlihat, serta (3) pendok topengan yang belahannya hanya terletak di tengah. Apabila dilihat dari hiasannya, pendok ada dua macam yaitu pendok berukir dan pendok polos (tanpa ukiran).



• Wilah

Wilah atau wilahan adalah bagian utama dari sebuah keris, dan juga terdiri dari bagian-bagian tertentu yang tidak sama untuk setiap wilahan, yang biasanya disebut dapur, atau penamaan ragam bentuk pada wilah-bilah (ada puluhan bentuk dapur). Sebagai contoh, bisa disebutkan dapur jangkung mayang, jaka lola, pinarak, jamang murub, bungkul, kebo tedan, pudak sitegal, dll.

Pada pangkal wilahan terdapat pesi, yang merupakan ujung bawah sebilah keris atau tangkai keris. Bagian inilah yang masuk ke pegangan keris ( ukiran). Pesi ini panjangnya antara 5 cm sampai 7 cm, dengan penampang sekitar 5 mm sampai 10 mm, bentuknya bulat panjang seperti pensil. Di daerah Jawa Timur disebut paksi, di Riau disebut puting, sedangkan untuk daerah Serawak, Brunei dan Malaysia disebut punting.


Pada pangkal (dasar keris) atau bagian bawah dari sebilah keris disebut ganja (untuk daerah semenanjung Melayu menyebutnya aring). Di tengahnya terdapat lubang pesi (bulat) persis untuk memasukkan pesi, sehingga bagian wilah dan ganja tidak terpisahkan. Pengamat budaya tosan aji mengatakan bahwa kesatuan itu melambangkan kesatuan lingga dan yoni, dimana ganja mewakili lambang yoni sedangkan pesi melambangkan lingganya. Ganja ini sepintas berbentuk cecak, bagian depannya disebut sirah cecak, bagian lehernya disebut gulu meled, bagian perut disebut wetengan dan ekornya disebut sebit ron. Ragam bentuk ganja ada bermacam-macam, wilut, dungkul, kelap lintah dan sebit rontal.


Luk, adalah bagian yang berkelok dari wilah-bilah keris, dan dilihat dari bentuknya keris dapat dibagi dua golongan besar, yaitu keris yang lurus dan keris yang bilahnya berkelok-kelok atau luk. Salah satu cara sederhana menghitung luk pada bilah, dimulai dari pangkal keris ke arah ujung keris, dihitung dari sisi cembung dan dilakukan pada kedua sisi seberang-menyeberang (kanan-kiri), maka bilangan terakhir adalah banyaknya luk pada wilah-bilah dan jumlahnya selalu gasal ( ganjil) dan tidak pernah genap, dan yang terkecil adalah luk tiga (3) dan terbanyak adalah luk tiga belas (13). Jika ada keris yang jumlah luk nya lebih dari tiga belas, biasanya disebut keris kalawija, atau keris tidak lazim.



Tangguh keris

Di bidang perkerisan dikenal pengelompokan yang disebut tangguh yang dapat berarti periode pembuatan atau gaya pembuatan. Hal ini serupa dengan misalnya dengan tari Jawa gaya Yogyakarta dan Surakarta. Pemahaman akan tangguh akan membantu mengenali ciri-ciri fisik suatu keris.
Beberapa tangguh yang biasa dikenal:
• tangguh Majapahit
• tangguh Pajajaran
• tangguh Mataram
• tangguh Yogyakarta
• tangguh Surakarta.


Sumber:

http://id.wikipedia.org/wiki/Keris
keris.fotopic.net/

Sejarah Rupiah Indonesia

Kata “rupiah” berasal dari Kata “Rupee”, satuan mata uang yang berasal dari India. Indonesia telah menggunakan mata uang Gulden Belanda dari tahun 1610 hingga 1817. Setelah tahun 1817 yang mana dikenalkan mata uang Gulden Hindia Belanda.

Mata uang rupiah pertama kali diperkenalkan secara resmi pada masa pendudukan Jepang sewaktu Perang Dunia II, dengan nama rupiah Hindia Belanda. Setelah berakhirnya perang, Bank Jawa (Javaans Bank, selanjutnya menjadi Bank Indonesia) memperkenalkan mata uang rupiah jawa sebagai pengganti.

  • Satuan di bawah rupiah
Rupiah memiliki satuan di bawahnya. Pada masa awal kemerdekaan, rupiah disamakan nilainya dengan gulden Hindia Belanda, sehingga dipakai pula satuan-satuan yang lebih kecil yang berlaku di masa kolonial.

Berikut adalah satuan-satuan yang pernah dipakai namun tidak lagi dipakai karena penurunan nilai rupiah menyebabkan satuan itu tidak bernilai penting.
  1. Sen, seperseratus rupiah (ada koin pecahan satu dan lima sen)
  2. Cepeng, hepeng, seperempat sen, dari feng, dipakai di kalangan Tionghoa peser, setengah sen.
  3. Pincang, satu setengah sen.
  4. Gobang atau benggol, dua setengah sen.
  5. Ketip / kelip / stuiver (Bld.), lima sen (ada koin pecahannya).
  6. Picis, sepuluh sen (ada koin pecahannya).
  7. Tali, seperempat rupiah (25 sen, ada koin pecahan 25 dan 50 sen)
  8. Ada pula satuan uang, yang nilainya adalah sepertiga tali.
  • Satuan di atas rupiah
Terdapat dua satuan di atas rupiah yang sekarang juga tidak dipakai lagi.
  1.  Ringgit, dua setengah rupiah (pernah ada koin pecahannya).
  2.  Kupang, setengah ringgit

7 Film Pertama Indonesia


1. Loetoeng Kasaroeng (1926)





Loetoeng Kasaroeng adalah sebuah film Indonesia tahun 1926. Meskipun diproduksi dan disutradarai oleh pembuat film Belanda, film ini merupakan film pertama yang dirilis secara komersial yang melibatkan aktor Indonesia.



2. Eulis Atjih (1927)






Sebuah film bisu bergenre melodrama keluarga, film ini disutradarai oleh G. Kruger dan dibintangi oleh Arsad & Soekria. Film ini diputar bersama-sama dengan musik keroncong yang dilakukan oleh kelompok yang dipimpin oleh Kajoon, seorang musisi yang populer pada waktu itu. Kisah Eulis Atjih, seorang istri yang setia yang harus hidup melarat bersama anak-anaknya karena ditinggal suaminya yang meninggalkannya untuk berfoya-foya dengan wanita lain, walaupun dengan berbagai masalah, akhirnya dengan kebesaran hatinya Eulis mau menerima suaminya kembali walaupun suaminya telah jatuh miskin.



3. Lily Van Java (1928)






Film yang diproduksi perusahaan The South Sea Film dan dibuat bulan Juni 1928. Bercerita tentang gadis yang dijodohkan orang tuanya padahal dia sudah punya pilihan sendiri. Pertama dibuat oleh Len H. Roos, seorang Amerika yang berada di Indonesia untuk menggarap film Java. Ketika dia pulang, dilanjutkan oleh Nelson Wong yang bekerja sama dengan David Wong, karyawan penting perusaahaan General Motors di Batavia yang berminat pada kesenian, membentuk Hatimoen Film. Pada akhirnya, film Lily van Java diambil alih oleh Halimoen. Menurut wartawan Leopold Gan, film ini tetap digemari selama bertahun-tahun sampai filmnya rusak. Lily van Java merupakan film Tionghoa pertama yang dibuat di Indonesia.



4. Resia Boroboedoer (1928)






Film yang diproduksi oleh Nancing Film Co, yang dibintangi oleh Olive Young, merupakan film bisu yang bercerita tentang Young pei fen yang menemukan sebuah buku resia (rahasia) milik ayahnya yang menceritakan tentang sebuah bangunan candi terkenal (Borobudur). Diceritakan juga di candi tersebut terdapat sebuah harta karun yang tak ternilai, yaitu guci berisi abu sang Buddha Gautama.



5. Setangan Berloemoer Darah (1928)






Film yang disutradarai oleh Tan Boen San, setelah pencarian di beberapa sumber, sinopsis film ini belum diketahui secara pasti.



6. Njai Dasima I (1929)



Film ini berasal dari sebuah karangan G. Francis tahun 1896 yang diambil dari kisah nyata, kisah seorang istri simpanan, Njai (nyai) Dasima yang terjadi di Tangerang dan Betawi/Batavia yang terjadi sekitar tahun 1813-1820-an. Nyai Dasima, seorang gadis yang berasal dari Kuripan, Bogor, Jawa Barat. Ia menjadi istri simpanan seorang pria berkebangsaan Inggris bernama Edward William. Oleh sebab itu, akhirnya ia pindah ke Betawi/Batavia. Karena kecantikan dan kekayaannya, Dasima menjadi terkenal. salah seorang penggemar beratnya Samiun yang begitu bersemangat memiliki Nyai Dasima membujuk Mak Buyung untuk membujuk Nyai Dasima agar mau menerima cintanya. Mak buyung berhasil membujuk Dasima walaupun Samiun sudah beristri. Hingga akhirnya Nyai Dasima disia-siakan Samiun setelah berhasil dijadikan istri muda.



7. Rampok Preanger (1929)



Ibu Ining tidak pernah menduduki bangku sekolah, tahun 1920-an adalah seorang penyanyi keroncong terkenal pada Radio Bandung (NIROM) yang sering pula menyanyi berkeliling di daerah sekitar Bandung. Kemudian ia memasuki dunia tonil sebagai pemain sekaligus sebagai penyanyi yang mengadakan pagelaran keliling di daerah Priangan Timur. Main film tahun 1928 yang berlanjut dengan 3 film berikutnya. Film-film itu seluruhnya film bisu. Ketika Halimoen Film ditutup tahun 1932, hilang pulalah Ibu Ining dari dunia film. Namun sampai pecahnya PD II, ia masih terus menyanyi dan sempat pula membuat rekaman di Singapura dan Malaya. Pada tahun 1935 ia meninggal dunia dalam usia 69 tahun karena sakit lever.



sumber : http://catatanno-free.blogspot.com/2012/07/7-film-pertama-indonesia.html

Upacara Ngaben di Bali

Ngaben adalah upacara penyucian atma (roh) fase pertama sebagai kewajiban suci umat Hindu Bali terhadap leluhurnya dengan melakukan prosesi pembakaran jenazah. Seperti yang tulis di artikel tentang pitra yadnya, badan manusia terdiri dari badan kasar, badan halus dan karma. Badan kasar manusia dibentuk dari 5 unsur yg disebut Panca Maha Bhuta yaitu pertiwi (zat padat), apah (zat cair), teja (zat panas) bayu (angin) dan akasa (ruang hampa). Kelima unsur ini menyatu membentuk fisik manusia dan digerakan oleh atma (roh). Ketika manusia meninggal yang mati adalah badan kasar saja, atma-nya tidak. Nah ngaben adalah proses penyucian atma/roh saat meninggalkan badan kasar.


Ada beberapa pendapat tentang asal kata ngaben. Ada yang mengatakan ngaben dari kata beya yang artinya bekal, ada juga yang mengatakan dari kata ngabu (menjadi abu), dan lain-lain.



upacara ngaben di bali, upacara ngaben, ngaben, bali

Dalam Hindu diyakini bahwa Dewa Brahma disamping sebagai dewa pencipta juga adalah dewa api. Jadi ngaben adalah proses penyucian roh dengan menggunakan sarana api sehingga bisa kembali ke sang pencipta yaitu Brahma. Api yang digunakan adalah api konkrit untuk membakar jenazah, dan api abstrak berupa mantra pendeta untuk mem-pralina yaitu membakar kekotoran yang melekat pada atma/roh.



Upacara Ngaben atau sering pula disebut upacara Pelebon kepada orang yang meninggal dunia, dianggap sangat penting, ramai dan semarak, karena dengan pengabenan itu keluarga dapat membebaskan arwah orang yang meninggal dari ikatan-ikatan duniawinya menuju sorga, atau menjelma kembali ke dunia melalui rienkarnasi. Karena upacara ini memerlukan tenaga, biaya dan waktu yang panjang dan besar, hal ini sering dilakukan begitu lama setelah kematian.



Untuk menanggung beban biaya, tenaga dan lain-lainnya, kini masyarakat sering melakukan pengabenan secara massal / bersama. Jasad orang yang meninggal sering dikebumikan terlebih dahulu sebelum biaya mencukupi, namun bagi beberapa keluarga yang mampu upacara ngaben dapat dilakukan secepatnya dengan menyimpan jasad orang yang telah meninggal di rumah, sambil menunggu waktu yang baik. Selama masa penyimpanan di rumah itu, roh orang yang meninggal menjadi tidak tenang dan selalu ingin kebebasan.



Hari baik biasanya diberikan oleh para pendeta setelah melalui konsultasi dan kalender yang ada. Persiapan biasanya diambil jauh-jauh sebelum hari baik ditetapkan. Pada saat inilah keluarga mempersiapkan "bade dan lembu" terbuat dari bambu, kayu, kertas yang beraneka warna-warni sesuai dengan golongan atau kedudukan sosial ekonomi keluarga bersangkutan.



Prosesi ngaben dilakukan dengan berbagai proses upacara ngaben dan sarana upakara berupa sajen dan kelengkapannya sebagai simbol-simbol seperti halnya ritual lain yang sering dilakukan umat Hindu Bali. Ngaben dilakukan untuk manusia yang meninggal dan masih ada jenazahnya, juga manusia meninggal yang tidak ada jenazahnya seperti orang tewas terseret arus laut dan jenazah tidak diketemukan, kecelakaan pesawat yang jenazahnya sudah hangus terbakar, atau seperti saat kasus bom Bali 1 dimana beberapa jenazah tidak bisa dikenali karena sudah terpotong-potong atau jadi abu akibat ledakan.



Untuk prosesi ngaben yang jenazahnya tidak ada dilakukan dengan membuat simbol dan mengambil sekepal tanah dilokasi meninggalnya kemudian dibakar. Banyak tahap yang dilakukan dalam ngaben. Dimulai dari memandikan jenazah, ngajum, pembakaran dan nyekah. Setiap tahap ini memakai sarana banten (sesajen) yang berbeda-beda. Ketika ada yang meninggal, keluarganya akan menghadap ke pendeta untuk menanyakan kapan ada hari baik untuk melaksanakan ngaben. Biasanya akan diberikan waktu yang tidak lebih dari 7 hari sejak hari meninggalnya.



Setelah didapat hari H (pembakaran jenazah), maka pihak keluarga akan menyiapkan ritual pertama yaitu nyiramin layon(memandikan jenazah). Jenazah akan dimandikan oleh kalangan brahmana sebagai kelompok yang karena status sosialnya mempunyai kewajiban untuk itu. Selesai memandikan, jenazah akan dikenakan pakaian adat Bali lengkap. Selanjutnya adalah prosesi ngajum, yaitu prosesi melepaskan roh dengan membuat simbol-simbol menggunakan kain bergambar unsur-unsur penyucian roh.



Pada hari H-nya, dilakukan prosesi ngaben di kuburan desa setempat. Jenazah akan dibawa menggunakan wadah, yaitu tempat jenazah yang akan diusung ke kuburan. Wadah biasanya berbentuk padma sebagai simbol rumah Tuhan. Sampai dikuburan, jenazah dipindahkan dari wadah tadi ke pemalungan, yaitu tempat membakar jenazah yang terbuat dari batang pohon pisang ditumpuk berbentuk lembu.



Disini kembali dilakukan upacara penyucian roh berupa pralina oleh pendeta atau orang yang dianggap mampu untuk itu (biasanya dari clan brahmana). Pralina adalah pembakaran dengan api abstrak berupa mantra peleburan kekotoran atma yang melekat ditubuh. Kemudian baru dilakukan pembakaran dengan menggunakan api kongkrit. Jaman sekarang sudah tidak menggunakan kayu bakar lagi, tapi memakai api dari kompor minyak tanah yang menggunakan angin.



Umumnya proses pembakaran dari jenazah yang utuh menjadi abu memerlukan waktu 1 jam. Abu ini kemudian dikumpulkan dalam buah kelapa gading untuk dirangkai menjadi sekah. Sekah ini yang dilarung ke laut, karena laut adalah simbol dari alam semesta dan sekaligus pintu menuju ke rumah Tuhan. Demikian secara singkat rangkaian prosesi ngaben di Bali. Ada catatan lain yaitu untuk bayi yang berumur dibawah 42 hari dan atau belum tanggal gigi, jenazahnya harus dikubur. Ngabennya dilakukan mengikuti ngaben yang akan ada jika ada keluarganya meninggal.



Status kelahiran kembali roh orang yang meninggal dunia berhubungan erat dengan karma dan perbuatan serta tingkah laku selama hidup sebelumnya. Secara umum, orang Bali merasakan bahwa roh yang lahir kembali ke dunia hanya bisa di dalam lingkaran keluarga yang ada hubungan darah dengannya. Lingkaran hidup mati bagi orang Bali adalah karena hubungannya dengan leluhurnya.



Setiap orang tahu bahwa di satu saat nanti dia akan menjadi leluhur juga, yang di dalam perjalannya di dunia lain harus dipercepat dan mendapatkan perhatian cukup bila sewaktu-waktu nanti kembali menjelma ke Pulau yang dicintainya, Pulau Bali. 

Masjid Cheng Ho Surabaya

Masjid Cheng Hoo Surabaya merupakan sebuah Masjid bercorak Muslim Tionghoa, terletak di jalan Gading, Ketabang – Genteng Surabaya, kurang lebih sekitar 1km sebelah utara Gedung Balaikota Surabaya.


Masjid bernuansa Tionghoa ini didirikan atas prakarsa dan usaha sesepuh, penasehat, pengurus PITI dan juga pengurus Yayasan Haji Muhammad Cheng Ho Indonesia Jawa Timur serta tokoh masyarakat Tionghoa di Surabaya. 


Peletakan batu pertama pada tanggal 15 Oktober 2001 yang bertepatan dengan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW namun pembangunannya sendiri baru dimulai pada tanggal 10 Maret 2002 yang kemudian di resmikan pada 13 Oktober 2002. 



Masjid Cheng Ho Surabaya ini bangunannya menyerupai kelenteng (rumah ibadah umat Tri Dharma) dan berada di area komplek gedung serba guna Pembina Imam Tauhid Islam (PITI) Jatim Jalan Gading No.2 (Belakang Taman Makam Pahlawan Kusuma Bangsa) Surabaya. 



Cat Masjid ini sangat dominan oleh warna merah, hijau, dan kuning. Sedangkan Ornamen baik didalam maupun luar sangatlah kental dengan nuanta Tiongkok lama. Pintu masuknya mirip dengan bentuk pagoda, ditambah lagi dengan adanya relief naga dan patung singa dari lilin dengan lafaz Alloh dalam huruf Arab di puncak pagoda. Disebelah kiri bangunan dilengkapi dengan sebuah beduk sebagai pelengkap bangunan masjid. 



Disamping kental dengan arsitektur khas Cina, namun juga merupakan penggabungan dari bangunan "Joglo" Jawa. Hal ini pula menunjukkan adanya percampuran budaya antara budaya Cina dan budaya Jawa yang telah terjalin sejak dahulu kala. Nama Masjid Cheng Ho diambil dari nama Laksamana Cheng Ho, yaitu seorang panglima besar muslim dari Cina. 



Kenapa dinamakan Masjid Cheng Ho? 



Dinamakan seperti ini adalah sebagai bentuk penghormatan warga Tionghoa pada Laksamana Cheng Ho, seorang panglima besar asal Cina yang beragama Islam. Dalam perjalanannya di kawasan Asia Tenggara, si panglima ini bukan hanya sekedar berdagang, namun juga menjalin persahabatan untuk menyebarkan agama Islam. 



Sekitar abad ke 15 pada masa Dinasti Ming (1368 – 1643), pedagang pedagang Tionghoa Tionghoa dari daerah Yunnan berdatangan untuk berdagang sekaligus menyebarkan agama Islam terutama di pulau jawa. Kemudian Laksamana Cheng Ho atau Admiral Zhang Hee atau yang dikenal pula dengan nama Sam Poo Kong atau Pompu Awang lengkap dengan armada kebesarannya datang ke pulau jawa pada tahun 1410 dan tahun 1416 mendarat di pantai Simongan Semarang. Disamping itu, dia datang ke pulau jawa adalah sebagai utusan Kaisar Yung Lo untuk mengunjungi raja majapahit sekaligus bertujuan untuk menyebarkan agama Islam. 



Nah untuk mengenang perjuangan dan dakwah Laksamana Cheng Hoo, disamping warga Tionghoa muslim juga ingin memiliki sebuah masjid dengan gaya Tionghoa, maka diresmikanlah masjid ini pada tanggal 13 Oktober 2002. 



Masjid Cheng Hoo ini bisa menampung kurang lebih 200 jama'ah, dengan luas banyungan utama 11 x 9 meter persegi. Masjid Muhammad Cheng Hoo juga memiliki 8 sisi dibagian atas bangunan utama. Ketiga ukuran atau angka itu ada maksudnya. Sebagai mana layaknya etnis Tionghoa, maka pemilihan angka diatas adalah bertujuan untuk memberi makna yakni angka 11 untuk ukuran Ka’bah saat baru dibangun, angka 9 merupakan lambang Walisongo, dan angka 8 melambangkan Pat Kwa atau keberuntungan/ kejayaan dalam bahasa Tionghoa. 



Sangat menarik kan Masjid Cheng Ho ini? silahkan anda kunjungi bila berkesempatan ke surabaya.



sumber : http://www.yousaytoo.com/masjid-cheng-ho-surabaya-sejarah-dan-terjadinya/3146742

10 Makanan Khas Palembang

Selain pempek dari palembang, ternyata palembang masih menyimpan beberapa makanan khas lainnya yang tentunya seru dan enak-enak juga. Berikut 10 makanan khas dari palembang :

1. PEMPEK



Pempek, makanan khas Palembang yang telah terkenal di seluruh Indonesia. Dengan menggunakan bahan dasar utama daging ikan dan sagu, masyarakat Palembang telah berhasil mengembangkan bahan dasar tersebut menjadi beragam jenis pempek dengan memvariasikan isian maupun bahan tambahan lain seperti telur ayam, kulit ikan, maupun tahu pada bahan dasar tersebut. Ragam jenis pempek yang terdapat di Palembang antara lain pempek kapal selam, pempek lenjer, pempek keriting, pempek adaan, pempek kulit, pempek tahu, pempek pistel, pempek udang, pempek lenggang, pempek panggang, pempek belah dan pempek otak - otak. Sebagai pelengkap menyantap pempek, masyarakat Palembang biasa menambahkan saus kental berwarna kehitaman yang terbuat dari rebusan gula merah, cabe dan udang kering yang oleh masyarakat setempat disebut saus cuka (cuko).



2. TEKWAN






Tekwan, makanan khas Palembang dengan tampilan mirip sup ikan berbahan dasar daging ikan dan sagu yang dibentuk kecil - kecil mirip bakso ikan yang kemudian ditambahkan kaldu udang sebagai kuah, serta soun dan jamur kuping sebagai pelengkap.



3. MODEL




Model, mirip tekwan tetapi bahan dasar daging ikan dan sagu dibentuk menyerupai pempek tahu kemudian dipotong kecil kecil dan ditambah kaldu udang sebagai kuah serta soun sebagai pelengkap. Ada 2 jenis model, yakni Model Ikan (Model Iwak) dan Model Gandum (Model Gendum).



4. Laksan




Laksan, berbahan dasar pempek lenjer tebal, dipotong melintang dan kemudian disiram kuah santan pedas.



5. Celimpungan






Celimpungan, mirip laksan, hanya saja adonan pempek dibentuk mirip tekwan yang lebih besar dan disiram kuah santan.



6. Tempoyak






Tempoyak, makanan khas Palembang yang berbahan dasar daging durian yang ditumis beserta irisan cabai dan bawang, bentuknya seperti saus dan biasa disantap sebagai pelengkap makanan, rasanya unik dan gurih.



7. Kue Maksuba






Kue Maksubah, kue khas Palembang yang berbahan dasar utama telur bebek dan susu kental manis. Dalam pembuatannya telur yang dibutuhkan dapat mencapai sekitar 28 butir. Adonan kemudian diolah mirip adonan kue lapis. Rasanya enak, manis dan legit. Kue ini dipercaya sebagai salah satu sajian istana Kesultanan Palembang yang seringkali disajikan sebagai sajian untuk tamu kehormatan. Namun saat ini kue maksubah dapat ditemukan di seluruh Palembang dan sering disajikan di hari raya.


8. MARTABAK HAR





Martabak HAR,adalah makanan Khas dari India yang dibawah oleh Haji Abdul Razak. Berbahan dasar tepung terigu, yang diberi telor bebek dan telor ayam,kuahnya berbahan kari kambing yang dicampur kentang.



9. Pindang Tulang


Pindang Tulang, berbahan dasar tulang sapi dengan sedikit daging yang masih menempel dan sumsum di dalam tulang, direbus dengan bumbu pedas, sama halnya dengan pindang patin, makanan ini nikmat disantap sebagai lauk dengan nasi putih hangat


10. Kue Srikayo






Kue Srikayo, berbahan dasar utama telur dan daun pandan, berbentuk mirip puding. Kue berwarna hijau ini biasanya disantap dengan ketan dan memiliki rasa manis dan legit.



sumber : http://www.forumku.com/archive/index.php?t-1541.html


Sejarah Srimulat Indonesia

Srimulat adalah kelompok lawak Indonesia yang didirikan oleh Teguh Slamet Rahardjo di Solo pada tahun 1950. Nama “Srimulat” diambil dari nama istrinya pada saat itu. Dalam perkembangannya, kelompok Srimulat kemudian mendirikan cabang-cabang di Surabaya, Semarang, dan Jakarta. Srimulat termasuk grup lawak yang cukup lama bertahan meski di tengah perjalanan karier terjadi banyak menghadapi persoalan dan bongkar pasang pemain. Justu hal itulah yang membuat mereka makin matang. Jika sebelumnya hanya berpentas di gedung-gedung pertunjukan, setelah munculnya televisi swasta, masing-masing anggotanya mendadak menjadi selebritis. Grup ini merupakan satu-satunya grup lawak yang memiliki anggota paling banyak.

  • Sejarah Singkat SRIMULAT
Grup ini pertama-tama didirikan oleh Srimulat dan Teguh Raharjo dengan nama Gema Malam Srimulat . Pada awalnya Gema Malam Srimulat adalah kelompok seni keliling yang melakukan pentas dari satu kota ke kota lain dari Jawa Timur sampai jawa tengah. Rombongan nyanyi dan tari ini, mulai dengan lawakan pertama mereka pada 30 Agustus 1951 menampilkan tokoh-tokoh dagelan Mataram seperti Wadino (Bandempo), Ranudikromo, Sarpin, Djuki, dan Suparni. Perpaduan antara pertunjukan musik dan lawak kemudian menjadi suatu formula khas bagi Gema Malam Srimulat.

Kehadiran dagelan Mataram dengan gaya lawakannya menjadi resep ampuh untuk menarik penggemar. Lawak dan nyanyi menjadi kesatuan yang tidak bisa dipisahkan lagi. Dengan kekuatan itulah Gema Malam Srimulat kemudian berpentas dari satu pasar malam ke pasar malam lainnya, di pelbagai kota di Jawa. Dari satu kerumunan ke kerumunan massa lainnya. Era tahun 1960, ketika Srimulat mulai terganggu kesehatannya, Teguh yang menemukan penyanyi cilik Yana-yang menggantikan peran Srimulat sebagai bintang panggung Gema Malam Srimulat-menelurkan gagasan untuk tampil di panggung secara menetap.

Maka, Jumat tanggal 19 Mei 1961 menjadi hari bersejarah bagi Gema Malam Srimulat yang menancapkan kakinya pertama kali di Surabaya, tepatnya di THR Surabaya. Nama Gema Malam Srimulat pun lalu diubah lebih “komersial” menjadi Srimulat Review. Dimulailah perjalanan sebuah komunitas kelompok musik-komedi yang mungkin secara tidak sengaja dan berproses menjadi sebuah fenomena, menjadi sebuah subkultur baru. KETIKA banyak pementasan sarat dengan pesan dan kritik sosial, kelompok Srimulat membebaskan diri dari patron tersebut. Srimulat hadir untuk menghibur. Kelompok ini benar-benar merupakan perwujudan sebuah subkultur Jawa.
  • 8 Agustus 1950 
RA Srimulat telah berusia 42 tahun dan menikah dengan Teguh Slamet Rahardjo (Kho Djien Tiong) yang berusia 24 tahun. Pada saat yang sama, dibentuk rombongan kesenian keliling bernama Gema Malam Srimulat. Gema Malam Srimulat adalah sebuah kelompok kesenian yang menyuguhkan gabungan antara lawak dan nyanyi, terutama lagu-lagu berlanggam Jawa dan keroncong. Penyanyinya waktu itu antara lain Kusdiarti, Suhartati, Ribut Rawit, Maleha, Rumiyati, dan Srimulat sendiri. Teguh menjadi pemain gitar dan biola. Sebelum memasuki tahun 1957, Gema Malam Srimulat berganti nama menjadi Srimulat Review. Memasuki 1957, namanya berubah lagi menjadi Aneka Ria Srimulat.

Pada waktu itu, panggung pementasan yang digunakan adalah panggung yang bersifat permanent di Taman Sriwedari, Solo. Selain itu, Aneka Ria Srimulat juga mengadakan pentas keliling kota dengan mengunjungi pasar malam dan pusat keramaian. Srimulat melaksanakan dua pola ini selama 10 tahun. Tetapi praktis, Srimulat lebih banyak melakukan pementasan keliling ke Jember, Malang, Blitar, Kediri, Madiun, Semarang, Pati, Kudus, Pekalongan dan beberapa kota di Sumatera dan Kalimantan. Ketika masih nomaden, anggota Srimulat mencapai sekira 28 orang.

Para pentolan dagelan Mataram seperti Bandempo, Ranudikromo, Sarpin dan Suparni merupakan generasi pertama yang mengawali masuknya lawak dalam Gema Malam Srimulat. Masuknya generasi kedua pelawak dagelan Mataram terjadi pada tahun 1953 ketika Hardjo Gepeng, Djojo Panggung, Karno Willem dan Djiu ikut bergabung. Generasi ketiga datang pada tahun 1956 yang meliputi Johny Gudel, Rusgeger dan Brontoyudo.
  • 1968 Perubahan Format Pertunjukan Srimulat
Teguh mulai melakukan perombakan format pagelaran. Aneka Ria Srimulat mulai mengutamakan tampilnya sandiwara dengan banyolan spontan sebagai sajian utama. Srimulat lalu benar-benar berubah menjadi grup komedi. Dengan perubahan ini, Srimulat membutuhkan dramaturgi lawakan karena dagelanlah yang menjadi roh yang menghidupi seluruh jalinan cerita. Ini merupakan penemuan yang sangat penting dan mendasar. Tadinya lawak hanya jadi selingan (baik di ludruk, ketoprak, bahkan wayang, dan Srimulat sebelum 1968), sekarang ia menjadi satu-satunya tumpuan. Fenomena ini merupakan kali pertama di Indonesia sebuah drama yang diselingi nyanyi dan seluruh alur ceritanya dilawakkan atau dilucukan di atas pentas.
  • September 1972 Ekspansi nasional
Srimulat tampil rutin 4 bulan sekali di TIM, Jakarta dengan sambutan luar biasa. Srimulat yanga berasal dari Jawa mulai berekspansi ke level nasional. Hal-hal yang mendorong ekspansi Srimulat ini terdiri dari 2 faktor, yakni:
  • faktor eksternal, yakni adanya kesempatan bagi Srimulat untuk mengaktualisasikan kemampuan dirinya dalam seni lawak Indonesia. 
  • keinginan Teguh sebagai pemimpin Srimulat untuk memupuk kemampuan dan memperluas pengaruh Srimulat di Indonesia.

Ekspansi ini menyisakan sebuah persoalan yang harus diselesaikan Srimulat, yakni persoalan bahasa. Selama ini, Srimulat yang berakar dari kebudayaan Jawa menggunakan bahasa Jawa sebagai alat ekspresi keseniannya. Setelah pentas di Jakarta, mereka harus menggunakan sosio-linguistik nasional, yaitu bahasa Indonesia. 

Di tingkat ini, Srimulat akhirnya menyesuaikan diri dengan perubahan itu dengan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa di atas pentas. Meski demikian, logika berpikir dan logika berbahasa mereka tetap menggunakan logika bahasa Jawa. Bahkan kemedokan bahasa Jawa digunakan sebagai bahan lawakan. Di Srimulat, bahasa Jawa tetap difungsikan sebagai sarana komunikasi, ekspresi dan aktualisasi diri di antara orang-orang Srimulat.
  • 1975 Eksodus Besar-besaran di Srimulat
Johny Gudel dan beberapa anggota Srimulat (Kardjo AC/DC, Suroto, Subur, Rujilah, Rus Pentil, Sumiati) memisahkan diri dari Srimulat untuk mendirikan grup lawak sendiri. Jumlah total kru yang keluar 43 orang. Ini merupakan gelombang persoalan pertama yang melanda Srimulat. Pada tahun 1976 orang-orang dari grup sandiwara Lokaria bergabung dengan Srimulat. Tahun 1977 Srimulat mengalami zaman keemasannya. Selain mempertahankan yang di Jakarta dan di Surabaya, Teguh mendirikan Aneka Ria Srimulat di Solo untuk Taman Hiburan Bale Kambang. Mulai Oktober 1981, Srimulat tampil secara permanen di Taman Ria Remaja Senayan.
  • Pada tahun 1982
Srimulat mengalami transformasi yang cukup berpengaruh untuk karir mereka selanjutnya. TVRI Stasiun Pusat Jakarta mulai menampilkan Srimulat sekali dalam sebulan selama 55 menit. Sejak itu, Srimulat mengalami masa kejayaan selama 5 tahun. Setelah menguasai televise (TVRI masih satu-satunya televisi yang boleh mengudara), Srimulat kemudian juga ikut terlibat dalam beberapa produksi film layar lebar.

Pada ulang tahun keempat siaran mereka di TVRI, pada 10 Oktober 1985, jumlah personel Srimulat sudah mencapai 77 orang. Ditambah kru mereka yang di Solo dan Surabaya, jumlah anggota Srimulat mencapai 300 orang. Sebuah jumlah yang mengagumkan. Tahun-tahun itu, Srimulat juga mulai menetapkan Jakarta sebagai pusat kegiatan. Hal itu sesuai dengan kondisi ekonomi politik Indonesia yang mulai menjadikan Jakarta sebagai sentral pembangunan.
  • Agustus 1986 Eksodus Besar-besaran ke-2

Pelawak-pelawak top Srimulat, seperti Gepeng, Basuki, Timbul, Tarzan, Kadir, Nurbuat, dan Rohana menyatakan keluar dari Srimulat. Ini merupakan gelombang kedua eksodus orang-orang Srimulat. Srimulat didera oleh berbagai komplikasi masalah disimak dari wataknya sebagai kesenian tradisional. Ia berbenturan dengan masalah manajemen dan kepemimpinan, dan keluar-masuknya pemain-pemain handal.

sumber : http://wong168.wordpress.com/2011/11/09/sejarah-srimulat/
Sejarah Tugu Jogja

Sejarah Tugu Jogja

Tugu Jogja merupakan sebuah tugu atau monumen yang berdiri di tengah-tengah pusat kota Jogja. Tepatnya, Lokasi Tugu Jogja yaitu berada di tengah ruas perempatan jalan, yaitu sebelah barat adalah Jalan Diponegoro, sebelah timur Jalan Jend. Sudirman, sebelah selatan Jalan Pangeran Mangkubumi, dan sebelah utara adalah Jalan AM Sangaji. Tugu ini pada mulanya dibangun oleh Sultan Hamengkubuwono Pertama pada tahun 1755. Tugu ini merupakan simbol atau lambang dari ikon kota Jogja, yang sarat akan makna yang dalam bagi setiap masyarakat Jogja dan beberapa orang yang mengenal sejarah dari monumen ini.

Sejarah Pembangunan Tugu Jogja


Sejarah Tugu Jogja, yang didirikan oleh Sultan Hamengkubuwono I ini, memiliki arti Manunggaling Kawula Gusti. Artinya adalah semangat persatuan masyarakat Jogja dan penguasa Jogja pada saat itu untuk bersama-sama melawan penjajah. Tugu Jogja juga memilki nama Golong Gilig, dengan bentuk yang berbeda dari yang kita lihat sekarang. Golong Gilig dahulunya berbentuk bulat di puncaknya, dengan tinggi 25 meter, tiang dari tugu ini berbentuk silinder. Golong artinya bulat, Gilig artinya silinder.

Pembangunan kembali Tugu Jogja


Tugu Jogja kembali direnovasi setelah runtuh akibat gempa hebat yang mengguncang Jogja pada tanggal 10 Juni tahun 1867 silam. Renovasi kembali dilakukan pada tanggal 1889 oleh pemerintah Belanda, dilakukan oleh Kepala Dinas Pekerjaan Umum Opzichter van Waterstaat, JWS Van Brussel dibawah pengawasan Kanjeng Raden Adipati Danurejo V. Bangunan tugu direnovasi tidak mengikuti bentuk sebelumnya, yaitu berbentuk persegi dan puncak atas tugu, tidak lagi berbentuk bulat melainkan runcing, dengan tinggi monumen hanya 15 meter. Setiap sisi bangunan juga, diberi prasasti untuk menunjukan siapa saja yang ikut terlibat dalam pembangunan kembali tugu tersebut.

Setelah direnovasi, monument ini diresmikan pada tanggal 3 Oktober 1889 oleh Sultan Hamengkubuwono VII. Nama tugu juga sudah berganti yang pada awalnya adalah Golong Gilig, menjadi Tugu putih atau De Wtit Paal atau tugu pal putih, nama tugu pal putih ini, sesuai dengan warna monumen ini, yaitu putih. Apabila anda ingin berkunjung dan mengabdikan momen mengambil foto di sini, sebaiknya lakukan pada malam hari, yaitu sekitar jam 10 malam, karena perempatan Tugu sangatlah ramai dengan berbagai kendaraan yang melintas. Selain sebagai perempatan yang menghubungkan jalan protokol dari beberapa sisi, kawasan tugu berdekatan dengan hotel hotel, tidak jauh dengan kawasan malioboro, dan Stasiun Tugu Jogja. Bagi anda yang senang berjalan jalan menikmati suasana kota Jogja pada malam hari, Tugu Jogja bias dijadikan tempat untuk bersantai.

Sumber : jogjapos.com/mengenal-sejarah-ikon-tugu-jogja/

5 Tokoh Indonesia yang Sukses Tanpa Ijazah

Kesuksesan tidak bisa diukur dari selembar ijazah atau gelar sarjana. Tekad kuat, kerja keras, dan ketekunan bisa merubah jalan nasib seseorang. Tak terkecuali 5 tokoh yang populer di Indonesia ini, mereka sekarang menjadi inspirasi sesuai bidangnya masing-masing. 


1. Emha Ainun Naji




Muhammad Ainun Nadjib atau yang biasa di kenal Emha Ainun Nadjib, atau lebih populer dipanggil Cak Nun. Ia menjadi tokoh budaya sekaligus pemuka agama yang kharismatik. Jamaah Maiyah Kenduri Cinta yang digagasnya sejak tahun 1990-an menjadi acara rutin sebagai forum silaturahmi budaya dan kemanusiaan yang dikemas sangat terbuka, nonpartisan, ringan dan dibalut dalam gelar kesenian lintas gender. 



Berbagai pemikirannya di bidang sosial dan keagamaan menjadikannya salah satu tokoh intelektual dalam napas islami. Namun siapa sangka, anak keempat dari 15 bersaudara ini drop out kuliah saat masih di Semester 1 Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada.



2. Adam Malik




Adam Malik Batubara (lahir di Pematangsiantar, Sumatera Utara, 22 Juli 1917 – meninggal di Bandung, Jawa Barat, 5 September 1984 pada umur 67 tahun) adalah tokoh politik dengan banyak jabatan. Pernah menjadi Menteri Perdagangan, Menteri Luar Negeri, lalu Ketua DPR, hingga puncak karinya sebagai Wakil Presiden Indonesia ke-3 dari tahun 1978-1983.


Adam Malik adalah anak ketiga dari sepuluh bersaudara, lalu menempuh pendidikan dasarnya di Hollandsch-Inlandsche School Pematangsiantar. Ia melanjutkan di Sekolah Agama Parabek di Bukittinggi, namun hanya satu setengah tahun saja karena kemudian pulang kampung dan membantu orang tua berdagang.


Keinginannya untuk maju dan berbakti kepada bangsa mendorong Adam Malik untuk pergi merantau ke Jakarta. Pada usia 20 tahun, ia bersama dengan Soemanang, Sipahutar, Armijn Pane, Abdul Hakim, dan Pandu Kartawiguna memelopori berdirinya Kantor Berita Antara



3. Ajip Rosidi




Ajip Rosidi adalah sastrawan Indonesia, penulis, budayawan, dosen, pendiri, dan redaktur beberapa penerbit, pendiri serta ketua Yayasan Kebudayaan Rancage. Singkatnya, ia tokoh besar Indonesia di bidang tulis-menulis. Ajip Rosidi mulai menempuh pendidikan di Sekolah Rakyat Jatiwangi (1950), lalu melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri VIII Jakarta (1953) dan terakhir, Taman Madya, Taman Siswa Jakarta (1956). Saat di SMA tersebut, Ajip menolak ikut ujian karena waktu itu beredar kabar bocornya soal-soal ujian. Dia berkesimpulan bahwa banyak orang menggantungkan hidupnya kepada ijazah. 



“Saya tidak jadi ikut ujian, karena ingin membuktikan bisa hidup tanpa ijazah”. Dan itu dibuktikan dengan terus menulis, membaca dan menabung buku sampai ribuan jumlahnya. 



Walhasil sampai pensiun sebagai guru besar tamu di Jepang, Dia yang tidak punya ijazah SMA , pada usia 29 tahun diangkat sebagai dosen luar biasa Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran. Lalu jadi Direktur Penerbit Dunia Pustaka Jaya, Ketua Ikapi Pusat, Ketua DKJ dan akhirnya pada usia 43 tahun menjadi profesor tamu di Jepang sampai pensiun.



4. Andrie Wongso




Di antara motivator yang terkemuka dewasa ini, Andrie Wongso jadi satu tokoh dengan pengalaman hidup yang penuh inspirasi. Anak ke-2 dari 3 bersaudara ini terlahir dari sebuah keluarga miskin di kota Malang. Di usia 11 tahun (kelas 6 SD), terpaksa harus berhenti bersekolah karena sekolah mandarin tempat andrie kecil bersekolah ditutup. Masa kecil hingga remajanya pun kemudian dilalui dengan membantu orang tuanya membuat dan berkeliling berjualan kue ke toko-toko dan pasar. Di usia 22 tahun, Andrie merantau ke Jakarta. Pekerjaan awalnya sebagai salesman produk sabun. Sempat juga menjadi pelayan toko.



Jalur nasibnya berubah saat ia melamar sebagai bintang film dan diterima oleh perusahaan Eterna Film Hongkong, dengan kontrak kerja selama 3 tahun. Tahun 1980, untuk pertama kalinya Andrie ke luar negeri. Setelah melewati 3 tahun merasakan suka dukanya bermain film di Taiwan, Andrie tahu, dunia film bukanlah dunianya lalu dia memutuskan untuk kembali ke Indonesia.



Menandai setiap peristiwa yang telah dilalui, Andrie gemar menuangkannya dalam bentuk kata-kata mutiara di buku hariannya. Saat salah seorang teman kos mencontek kata-kata yang dibuatnya, dari situlah muncul ide membuat kartu ucapan kata-kata mutiara, dengan tujuan selain untuk memotivasi diri sendiri, juga untuk membantu memotivasi orang lain melalui kartu ucapan. Dibantu oleh sang kekasih Haryanti Lenny (sekarang istri), dimulailah bisnis membuat kartu dengan merk HARVEST, yang di kemudian hari, mengukuhkan Andrie sebagai raja kartu ucapan.



Usahanya semakin berkembang sampai ia kemudian mendirikan AW motivation training dan AW Publising, Multimedia serta membuka beberapa outlet AW Success Shop yaitu toko pertama di Indonesia yang khusus menjual produk-produk motivasi. Kini ia sudah menjadi motivator terkenal - mungkin no.1 di Indonesia. Namanya pun jadi bertambah panjang dengan dua gelar yang disandangnya, Andrie Wongso, SDTT, TBS.



Asal tahu saja, SDTT artinya Sekolah Dasar Tidak Tamat, dan TBS adalah Tapi Bisa Sukses



5. Bob Sadino




Kita boleh memandangnya sekarang sebagai konglomerat, pengusaha sukses yang kaya raya. Namun lika-liku hidupnya bisa memotivasi kita, bahwa apa pun yang terjadi, kesalahan apa pun yang kita perbuat, bila kita sadar dan mau berjuang dari titik nadir, Insya Allah bisa menggapai impian.



Bob Sadino lahir dari sebuah keluarga yang hidup berkecukupan. Ia adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Sewaktu orang tuanya meninggal, Bob yang ketika itu berumur 19 tahun mewarisi seluruh harta kekayaan keluarganya karena saudara kandungnya yang lain sudah dianggap hidup mapan. Bob kemudian menghabiskan sebagian hartanya untuk berkeliling dunia dan tidak melanjutkan kuliah. Dalam perjalanannya itu, ia singgah di Belanda dan menetap selama kurang lebih 9 tahun. Di sana, ia bekerja di Djakarta Lylod di kota Amsterdam dan juga di Hamburg, Jerman. Ketika tinggal di Belanda itu, Bob bertemu dengan pasangan hidupnya, Soelami Soejoed.



Pada tahun 1967, Bob dan keluarga kembali ke Indonesia. Ia membawa serta 2 Mercedes miliknya, buatan tahun 1960-an. Salah satunya ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan sementara yang lain tetap ia simpan. Setelah beberapa lama tinggal dan hidup di Indonesia, Bob memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya karena ia memiliki tekad untuk bekerja secara mandiri.



Pekerjaan pertama yang dilakoninya setelah keluar dari perusahaan adalah menyewakan mobil Mercedes yang ia miliki, ia sendiri yang menjadi sopirnya. Namun sayang, suatu ketika ia mendapatkan kecelakaan yang mengakibatkan mobilnya rusak parah. Karena tak punya uang untuk memperbaikinya, Bob beralih pekerjaan menjadi tukang batu. Gajinya ketika itu hanya Rp.100. Ia pun sempat mengalami depresi akibat tekanan hidup yang dialaminya.



Suatu hari, seorang teman menyarankan Bob memelihara dan berbisnis telur ayam negeri untuk melawan depresinya. Bob tertarik dan mulai mengembangkan usaha peternakan ayam. Ketika itu, di Indonesia, ayam kampung masih mendominasi pasar. Bob-lah yang pertama kali memperkenalkan ayam negeri beserta telurnya ke Indonesia. Bob menjual telur-telurnya dari pintu ke pintu. Saat itu hanya orang-orang tertentu dan golongan ekspatriat yang membeli produknya, namun seraya telur ayam negeri mulai dikenal, bisnis Bob pun berkembang hingga sukses.



sumber : http://blog-ansyari.blogspot.com/2012/12/5-tokoh-indonesia-ini-menggapai-sukses.html