TARI CACI - TARIAN PERANG NTT

Caci atau tari Caci atau adalah tari perang sekaligus permainan rakyat antara sepasang penari laki-laki yang bertarung dengan cambuk dan perisai di Flores, Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Caci merupakan tarian atraksi dari bumi Congkasae- Manggarai. Hampir semua daerah di wilayah ini mengenal tarian ini. Kebanggaan masyarakat Manggarai ini sering dibawakan pada acara-acara khusus. Tarian Caci Caci berasal dari kata ca dan ci. Ca berarti satu dan ci berarti uji. Jadi, caci bermakna ujian satu lawan satu untuk membuktikan siapa yang benar dan salah dan merupakan ritual Penti Manggarai.


Tari Caci adalah ritual Penti Manggarai. Upacara adat merayakan syukuran atas hasil panen yang satu ini dirayakan bersama-sama oleh seluruh warga desa. Bahkan ajang prosesi serupa juga dijadikan momentum reuni keluarga yang berasal dari suku Manggarai. Tari ini dimainkan saat syukuran musim panen (hang woja) dan ritual tahun baru (penti) , upacara pembukaan lahan atau upacara adat besar lainnya, serta dipentaskan untuk menyambut tamu penting.


Ritus penti dimulai dengan acara berjalan kaki dari rumah adat menuju pusat kebun atau Lingko, yang ditandai dengan sebuah kayu Teno. Di sini, akan dilakukan upacara Barong Lodok, yaitu mengundang roh penjaga kebun di pusat Lingko, supaya mau hadir mengikuti perayaan Penti. Lantas kepala adat mengawali rangkaian ritual dengan melakukan Cepa atau makan sirih, pinang, dan kapur. Tahapan selanjutnya adalah melakukan Pau Tuak alias menyiram minuman tuak yang disimpan dalam bambu ke tanah. 

Urutan prosesi tiba pada acara menyembelih seekor babi untuk dipersembahkan kepada roh para leluhur. Tujuannya, supaya mereka memberkahi tanah, memberikan penghasilan, dan menjauhkan dari malapetaka. Para peserta pun mulai melantunkan lagu pujian yang diulangi sebanyak lima kali. Lagu itu disebut Sanda Lima. 

Usai itu, rombongan kembali ke rumah adat sambil menyanyikan lagu yang syairnya menceritakan kegembiraan dan penghormatan terhadap padi yang telah memberikan kehidupan. Ritual Barong Lodok yang pertama ini dilakukan keluarga besar yang berasal dari rumah adat Gendang. Upacara serupa juga dilakukan keluarga besar dari rumah adat Tambor. Keduanya dipercaya sebagai cikal bakal suku Manggarai. 

Sebenarnya, ritual Barong Lodok juga disimbolkan untuk membagi tanah ulayat kepada seluruh anggota keluarga. Tanah yang bakal dibagikan itu mempunyai beragam perbedaan luas, tergantung status sosial. Pembagiannya disimbolkan dengan Moso, yakni sektor dalam Lingko yang diukur dengan jari tangan. Tanah tersebut dibagi berdasarkan garis yang mirip dengan jaring laba-laba. Tua Teno adalah satu-satunya orang yang memiliki otoritas membagi tanah tersebut.

Sehabis Barong Lodok, prosesi berlanjut ke ritual Barong Wae. Di sini, warga kembali akan mengundang roh leluhur penunggu sumber mata air. Menurut kepercayaan, selama ini roh leluhur itu telah menjaga sumber mata air, sehingga airnya tak pernah surut. Ritual ini juga menyampaikan rasa syukur kepada Tuhan, yang telah menciptakan mata air bagi kehidupan seluruh warga Desa. Korban yang dipersembahkan adalah seerkor ayam dan sebutir telur. 

Rangkaian upacara dilanjutkan dengan ritual Barong Compang. Prosesinya dilakukan di tanah yang berbentuk bulat, yang terletak di tengah kampung. Roh penghuni Compang juga diundang mengikuti upacara penti di rumah adat pada malam hari. Suku Manggarai mempercayai, roh kampung yang disebut Naga Galo selama ini berdiam di Compang. 

Bagi suku Manggarai, peranan Naga Galo sangat penting dan amat nyata dalam kehidupan sehari-hari. Alasannya, Naga Galo-lah yang telah melindungi kampung dari berbagai bencana. Mulai dari kebakaran, angin topan, bahkan bisa menghindarkan timbulnya kerusuhan di kampung. Ritual Barong Compang diakhiri dengan langkah rombongan yang masuk ke rumah adat, untuk melakukan upacara Wisi Loce. Di sana, mereka menggelar tikar, agar semua roh yang diundang dapat menunggu sejenak sebelum puncak acara Penti. 

Keluarga dari rumah adat Gendang dan Tambor melanjutkan acara Libur Kilo. Prosesi yang satu itu bertujuan mensyukuri kesejahteraan keluarga dari masing-masing rumah adat. Uniknya, upacara tadi dipercaya sebagai upaya membaharui kehidupan bagi seluruh anggota keluarga. Sebab dalam upacara itu, warga yang bermasalah, dapat membangun kembali hubungan keluarga supaya lebih baik lagi. 

Puncak acara Penti ditandai dengan berkumpulnya kepala adat kampung, ketua sub klen, kepala adat yang membagi tanah, kepala keluarga, dan undangan dari kampung lain. Mereka berdiskusi membahas berbagai persoalan berikut jalan keluarnya. 

Ritual Penti bukan satu-satunya ritual yang kerap dilakukan masyarakat suku Manggarai. Sebab masih ada Caci, olah raga tradisional yang dijadikan tradisi ritual menempa diri. Pentas kolosal pemuda setempat itu diyakini bisa terus menjaga jiwa sportivitas. Maklum, olah raga yang dilakukan tak lain dari pertarungan saling pukul dan tangkis dengan menggunakan pecut dan tameng. Pertarungan antardua pemuda tersebut selalu dipenuhi penonton dalam setiap pergelaran di lapangan rumput Kota Ruteng, Kabupaten Manggarai.

Sumber : http://mutyafika.blogspot.com/

TARI REMO - JAWA TIMUR

Tarian ini berasal dari Jombang, Jawa Timur, yang menceritakan tentang perjuangan seorang prajurit dalam medan laga. Pada awalnya tari ini merupakan tarian yang digunakan sebagai pengantar pertunjukan ludruk ataupun juga dalam kesenian tayub yang juga disebut dengan lenggeran. Namun, sekarang tarian ini lebih sering ditarikan sebagai sambutan atas tamu kenegaraan, dan juga acara resmi lainnya. terkadang tarian ini ditarikan secara masal dalam perayaan hari besar kenegaraan.


Tari Remo sebenarnya mempunyai 2 gaya yaitu gaya putra dan gaya putri. Untuk gaya putra lebih sering ditarikan dalam pembuka pertunjukan ludruk, sedangkan gaya putri sering ditarikan dalam kesenian tayub oleh para penari-penari lengger. 

Tari ini dalam perkembangannya tersebar diseluruh jawa timur, jadi tak heran jika di masing-masing daerah di jawa timur juga terdapat tari remo dengan ciri atau gaya khas masing-masing daerah. Antara lain Malang, Surabaya, Situbondo, dll. Dan tidak menutup kemungkinan oleh karena dimasing-masing daerah banyak terdapat grup / kelompok kesenian, tari Remo telah mengalami beberapa perubahan dalam gerak, khususnya ukelan. Begitu juga di sanggar Panji Laras. 



Musik yang mengiringi Tari Remo ini adalah gamelan jawa timuran, yang biasanya terdiri atas bonang barung/babok, bonang penerus, saron, gambang, gender, slentem siter, seruling, kethuk, kenong, kempul, dan gong. Adapun jenis irama yang sering dibawakan untuk mengiringi Tari Remo adalah Jula-Juli atau gending-gending kreasi baru. 

Untuk kostum tari remo penarinya menggunakan jenis kostum yang terdiri dari bagian atas hitam yang menghadirkan pakaian abad 18 berbentuk rompi dengan dasar yang nyorak seperti putih ataupun merah, celana pendek bludru hitam dengan hiasan emas, dipinggang ada sebuah sabuk dan keris .dipaha kanan ada selendang menggantung sampai kemata kaki. di kaki kanan terdapat gongseng sebagai gelang. Di sebutkan bahwa tarian remo ini di promosikan sekitar tahun 1900, yang kemudian dimanfaatkan oleh nasionalis indonesia untuk berkomunikasi kepada masyarakat.

Seni tradisional ini bukan hanya di jawa timur namun sudah ke manca negara,untuk memperkenalkan bahwa indonesia merupakan bangsa yang kaya akan seni budaya.

Sumber : http://tipsbarudipercaya.blogspot.com/

MONUMEN JOGJA KEMBALI

Monumen jogja kembali adalah salah satu tempat wisata yang sangat menarik di jogja. Tempat ini merupakan museum yang sangat cantik di jogjakarta. Kalau kita baru memasuki halaman,  kita tidak menyangka kalau yang kita kunjungi adalah museum karena tempat ini jauh dari kesan museum yang umumnya berkesan "menyeramkan". Museum jogja kembali adalah museum yang di kemas modern.


Memasuki halaman monumen ini kita akan menemukan taman cantik, dan relief perjuangan. Baru setelah kita berjalan lebih jauh kita akan menemukan bangunan utama berbentuk kerucut yang di kelilingi kolam cantik berisi aneka permainan untuk anak seperti perahu bebek dan bola air yang bisa dinaiki anak anak bahkan orang dewasa dengan berat badan yang tidak terlampau besar.Bangunan utama berisi aneka diorama yang mengisahkan rekaan situasi saat Belanda menyerang Maguwo pada tanggal 19 Desember 1948, SU Satu Maret, Perjanjian Roem Royen, hingga peringatan Proklamasi 17 Agustus 1949 di Gedung Agung Yogyakarta.


Keindahan Museum jogja kembali bisa kita nikmati dengan tiket sangat murah yakni 5000 rupiah untuk wisatawan lokal dan 7500 untuk wisatawan mancanegara.Dengan tiket semurah itu kita bisa bersantai di taman, menikmati relief dan melihat keindahan diorama yang cantik di bangunan utama. Jika kita ingin menikmati permainan di luar bangunan utama seperti perahu bebek, bola air, balon zeppin dan lain lain kita perlu membayar lagi sesuai permainan yang kita ikuti. Monumen ini buka hari selasa sampai ahad, jadi hari senin libur, jangan lupa ya.

Usai berjalan jalan mungkin anda lapar dan haus? jangan khawatir di dalam monumen banyak di temukan kantin kantin dengan berbagai masakan seperti bakso, soto, tahu guling, gado gado, nasi rames dan berbagai macam minuman. Kalau anda ingin membeli oleh oleh ada beberapa kios cinderamata di dalam bangunan utama ataupun di luar bangunan utama yang menjual aneka cindera mata mulai kaos, kalung, gelang, cincin, topi, dan lain lain.

Untuk menjangkau tempat ini kita bisa menggunakan bus trans jogja jalur 2B dari terminal jombor dengan tiket 3000 rupiah. Dari terminal jombor monumen ini hanya berjarak sekitar 1 km. Jika kita naik becak dari terminal jombor cukup membayar 10-20 ribu rupiah tergantung jumlah penumpang dan kepandaian kita menawar, begitu juga jika kita naik ojek.Kalau kita naik taksi biasanya di kenakan harga minimal 15 ribu rupiah.  Monumen jogja kembali memang cukup jauh dari pusat kota, yakni sekitar 7-8 km dari pusat kota. Jika naik taksi dari pusat kota jogjakarta mungkin sekitar 40-50 ribu rupiah (saya belum pernah mencoba, hanya perkiraan saja), silahkan kalau ada yang bisa memberikan data yang lebih akurat boleh memberi masukan. Kita juga bisa naik busway dengan tiket 3000 rupiah dari shelter depan taman pintar (sebelah timur kantor pos besar titik nol kota jogja) yang ke arah barat jalur 2B. Kita bisa juga menyewa mobil, terutama jika akan berwisata di sejumlah kota jogja. Tarif sewa mobil avanza lengkap dengan sopir dan BBM untuk keliling jogja selama 12 jam sekitar 350-400 ribu rupiah. Tertarik? jangan lupa mampir ke museum jogja kembali jika berkunjung ke jogja ya. 

Sumber : http://jualbelinaskahbuku.blogspot.com/2013/05/monumen-jogja-kembali.html

PESONA CANDI SUKUH - JAWA TENGAH

Di lereng Gunung Lawu di Desa Berjo Kabupaten Karanganyar, Jateng, terdapat sebuah candi yang memiliki struktur bangunan yang unik karena bentuknya mirip bangunan piramid bangsa Maya. Menurut promosi Dinas Pariwisata Karanganyar, candi yang dibangun masyarakat Hindu Tantrayana tahun 1437 itu selain merupakan candi berusia paling muda di Bumi Nusantara juga candi paling erotis.


Ditilik dari latar belakang sejarahnya, kompleks candi Sukuh merupakan candi berlatar belakang agama Hindu, hal ini diketahui dari ditemukannya lingga dalam bentuk naturalis berukuran besar di kompleks tersebut. Berdasarkan prasasti yang terdapat pada bangunan, arca, dan relief, yang berkisar antara tahun 1359 Saka atau 1437 Masehi – 1378 Saka atau 1456 Masehi diperkirakan candi didirikan pada abad XV M.




Meskipun berlatar belakang agama Hindu namun terlihat bahwa bentuk bangunannya cenderung kembali pada masa prasejarah, terutama bentuk punden berundak. Sobat tentunya masih ingat dengan pelajaran sejarah SMP kelas 1 tentang manusia purba dan peninggalannya kan? Nah, sekarang adalah waktunya untuk berkunjung ke tempat-tempat bersejarah itu. Semoga bisa me-refresh jiwa dan raga kita untuk kembali berkarya atau setidaknya berkenalan dengan nenek moyang kita melalui peninggalannya. Berdasarkan relief yang terdapat di Kompleks Candi Sukuh yang menceritakan tentang Garudeya dan Sudhamala, diperkirakan candi tersebut berhubungan dengan upacara pelepasan atau ruwatan. Upacara pelepasan atau ruwatan berhubungan dengan kepercayaan arwah leluhur yang tampak pada susunan bangunan dalam bentuk teras berundak pada Masa Prasejarah.

Kompleks Candi Sukuh ditemukan kembali dalam keadaan runtuh pada tahun 1815 oleh Residen Surakarta, Johnson. Tahun 1842 Van der Vills mengadakan penelitian terhadap sisa-sisa bangunan di Candi Sukuh, Hoepermans tahun 1864-1867 menulis tentang Sukuh. Wuah, semangat kita untuk mengunjungi dan mempublikasikan candi sukuh ini jangan sampai kalah dengan para pendahulu kita ya! Semoga saja dengan gaya bahasa kita yang khas dan lebih atraktif mampu menarik para wisatawan baik lokal maupun mancanegara untuk mengunjungi candi Sukuh. Tentunya sobat memiliki kemampuan tersebut.

Kemampuan untuk menulis atau pun menarik perhatian khalayak ramai untuk mengunjungi candi Sukuh dengan gaya dan cara masing-masing. Inventarisasi dilakukan oleh Knebel tahun 1910, dan beberapa literatur yang memuat tentang Sukuh. Baru pada tahun 1917 dilakukan penanganan oleh pemerintah RI, melalui Dinas Purbakala. Pemugaran dilakukan pada tahun 1928 oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah. beberapa kegiatan penelitian arkeologis juga dilakukan oleh para ahli dari Indonesia seperti Ph. Soebroto, Riboet Darmosoetopo, J. Padmopuspito, dll. Sedangkan penelitian secara geologis juga pernah dilakukan oleh BSKB Borobudur. Wow, wow, jadi semangat kan untuk senantiasa menjaga dan melestarikan warisan nusantara? Candi Sukuh ini dibagi dalam 3 Teras unik, yaitu:


Teras I
Pada teras pertama ini disambut dengan arsitektur gapura berbentuk trapesium yang memiliki relief berupa seseorang yang sedang dimakan raksasa dan diperkirakan merupakan sengkalan yang berbunyi gapura buta aban wong atau sama dengan tahun 1359 Saka atau 1437 Masehi. Relief lain berbunyi gapura butha anahut buntut atau 1359 Saka atau sama dengan 1437 Masehi. Pada bagian lantai pintu gerbang terdapat relief phallus dan vagina yang dipahatkan secara naturalis. Candi Sukuh ini terkenal dengan kevulgarannya. Mulai dari relief maupun suguhan cerita reliefnya. Nah, terbukti kan dari teras pertama saja, kita sudah disuguhkan dengan relief phallus dan vagina. Nah, kejutan selanjutnya pasti akan kalian temui di teras berikutnya.

Tapi, berlatar belakang sejarah dan ceritanya, relief-relief ini jangan hanya dipandang sebagai relief candi yang vulgar ya. Karena, walau bagaimana pun, tetap sarat makna. Kita bisa belajar tentang penciptaan manusia dari candi Sukuh ini. Tentu, dalam versi nenek moyang kita pada zaman prasejarah dulu. Temuan lepas pada halaman I berupa batu berbentuk umpak dan beberapa relief seperti relief empat ekor sapi dan relief seorang penunggang kuda dengan payung besar. Nah, relief empat ekor sapi inilah yang menceritakan bagaimana proses penyempurnaan pembentukan sapi. Tentunya, kalian penasaran kan, bagaimana bentuk awal seekor sapi sebelum menjadi sapi seperti yang kita lihat sekarang ini? Nah, ayo, berkunjung ke candi Sukuh untuk melihat relief sapi yang sesungguhnya versi nenek moyang kita ribuan tahun yang lalu.

Teras II
Masuk halaman II akan membawa kita ke dunia kerajaan di mana di segala sisi terdapat penjaga yang sangar muka dan penampilannya. Nah, begitu juga di candi Sukuh ini, kita akan disambut oleh dua arca penjaga pintu berwajah mengerikan, selain itu juga terdapat talud yang sekarang sudah tidak utuh lagi dan beberapa relief yang salah satu diantaranya merupakan sengkalan berbunyi gajah wiku anahut buntut atau 1378 Saka atau 1456 Masehi. Pastinya sobat semakin penasaran kan dengan kompleks candi Sukuh yang megah ini. Emm..kalau belum, lihat-lihat aja dulu fotonya, siapa tahu rasa ingin tahu kalian tumbuh dan akhirnya ada ketertarikan untuk berkunjung.

Teras III
Untuk masuk ke halaman III kita juga harus melewati gapura yang kondisinya hanya tersisa sebagian, halaman ini juga memiliki talud dan sebagian besar telah hilang. Sangat disayangkan, ada beberapa benda yang hilang dari kompleks candi Sukuh ini? Kalau dari hari ke hari kondisi kompleks candi Sukuh kita abaikan, tidak diragukan lagi kalau suatu saat kompleks candi ini yang akan hilang। Oleh karena itu, mumpung masih ada waktu, marilah kita senantiasa menjaga dan merawat warisan budaya kita tercinta ini. Halaman III merupakan halaman paling suci karena didalamnya terdapat candi utama. Candi tersebut mengarah ke barat dan berbentuk seperti piramid terpancung, dan di bagian atas bangunan tersebut terdapat altar. Di depan candi utama terdapat tiga arca kura-kura, soubasement yang berisi relief Sudamala dan Garudeya, serta temuan lepas berupa arca dan relief. Cerita Sudamala dan Garudeya dapat diketahui sebagai berikut:

Nama Suddhamala adalah sebutan bagi salah satu tokoh Pandawa yang kelima, yaitu Sahadewa, yang berarti bersih dari dosa, atau juga dapat berarti “pelepasan” atau disebut juga ruwat. Menurut cerita, nama Suddhamala diberikan kepada Sahadewa karena ia telah berhasil membebaskan Dewi Durga dari kutuk Dewa Siwa. Dewi Durga dikutuk menjadi raksasa oleh Dewa Siwa karena ia telah berbuat salah kepada suaminya dan harus turun ke dunia. Ia dapat bebas dari kutukan jika diruwat oleh Sahadewa, anak Kunti. Durga kemudian menemui Kunti agar Sahadewa meruwatnya. Kunti menolak, kemudian Durga menyuruh Kalika untuk merasuk ke jasad Kunti agar Kunti mau menerimanya. Namun, Sahadewa tetap menolak permintaan Durga. Ia kemudian diikat pada sebatang pohon dan ditakut-takuti. Akhirnya Sahadewa berhasil meruwat Durga, sebagai hadiah ia dikawinkan dengan Ni Padapa, anak Pertapa dari Parangalas bernama Tambapetra.

Sedangkan cerita Garudeya bermula dari pertaruhan antara Winata dan Kadru (para istri Ksyapa) tentang warna ekor Kuda Uchchaicrawa yang keluar selama pengadukan lautan susu. Sang Kadru menang taruhan karean ekor Kuda Uchchaicrawa telah diberi bisa oleh para naga (anak-anak Kadru) sehingga berubah warna menjadi hitam. Winata yang kalah bertaruh menjadi budak Kadru, ia dipenjarakan di dunia paling bawah dan dapat terbebas dari perbudakan jika ia menyerahkan air penghidupan (amerta) kepada para naga. Garuda mencoba membebaskan ibunya dari perbudakan. Garuda menuju ke gunung tempat amerta disimpan. Di tempatnya, amera dikelilingi oleh api yang menyala-nyala. Namun, Garuda dengan tubuh keemasannya yang bersinar bagai matahari minum air dari sungai-sungai dan memadamkan apinya. Dewa Indra tahu kemudian mengejarnya. Mereka berkelahi, Indra kalah vajranya terlempar. Garuda melanjutkan perjalanannya hingga mencapai tempat tinggal para naga. Dengan kedatangannya membawa amerta, ibunya dapat dibebaskan dari perbudakan.

Sumber : http://goexperience.gonla.com/

TUGU LILIN SOLO

Pembangunan Tugu Lilin merupakan monumen sebagai tanda bahwa organisasi Boedi Oetomo (BO) telah memasuki umur 25 tahun. Niat pendirian monumen ini dicetuskan oleh perwakilan masyarakat Surakarta (Solo) saat mengikuti Konggres Indonesia Raya I pada tahun 1931 di Surabaya. Sedang pelaksanaan pembangunan dipercayakan kepada KRT Woerjaningrat, menantu Paku Buwono (PB) X. Selain seorang priyayi asli Solo, beliau memang sebagai Wakil Ketua BO.


Mendirikan monumen pada zaman sekarang mungkin hal lumrah, namun pada tahun 1930-an, hal itu bisa menimbulkan perseteruan antara masyarakat dengan pemerintah Belanda. Apalagi ketika Dalem Woerjaningratan sering dipakai untuk rapat pergerakan, Belanda lalu meningkatkan patrolinya.

Rencana pembangunan monumen sudah matang, namun nyatanya setelah mengurus perizinan dipersulit. Wajar, yang namanya monumen mestinya diletakkan di lokasi jalan protokol atau jalan raya jurusan antar kota biar telihat mudah oleh masyarakat. Namun, kenyataannya Belanda ngotot tidak memberikan izin. Awalnya ada tiga lokasi yang bakal menjadi lahan berdirinya monumen, yaitu:  Purwosari (jalan keluar dari Kota Solo menuju arah barat), atau di Panggung (jalan keluar dari Kota Solo ke arah timur) , atau di tengah kota (Ngapeman). Kesemuanya tidak mendapatkan izin dari Belanda. Boleh membangun monumen tapi tempatnya harus “tersembunyi”.

Akhirnya, KRT Woerjaningrat menghadap PB X perihal mendirikan monumen di halaman Netrale Schakel School, milik Neutrale School Vereneging (sekarang Yayasan Murni). Syukur, Sri Sunan PB X tidak keberatan, monumen dibangun tanah milik kraton yang terletak di Penumping.

Monumen tadi berwujud tugu berbentuk patung lilin. Maka hingga sekarang disebut Tugu Lilin. Hal ini sesuai dengan perjuangan bangsa Indonesia yang dilambangkan dengan lilin, ketika sengsara dan menderita berjanji bisa menerangi rakyat.

Akhirnya, monumen yang dirancang oleh Ir. Danoenegoro, berdiri dengan tegaknya. Kendati demikian, proses pembangunannya tetap dipersulit oleh pihak Belanda. Umpanya, hanya mengenai tulisan di pondasi tugu menjadi masalah. Panitia awalnya mempunyai rancangan tulisan: Tugu Peringatan Pergerakan Bangsa Indonesia 25 Tahun, Pemerintah Belanda tidak setuju, dan menghendaki diganti seperti ini: Tugu Kemajuan Rakyat 25 Tahun. Pasti saja, tokoh-tokoh pergerakan tidak setuju karena maknanya menjadi tidak sesuai dengan cita-cita yang dituju, sebab makna tulisan tadi menjadi kerdil, khawatirnya hanya diartikan sebagai peringatannya rakyat Surakarta saja. Paling tidak, harus ada kata-kata “Indonesia”. Akhirnya, bisa diambil jalan tengah, yaitu: “Tugu Peringatan Kemajuan Rakyat Indonesia 25 Tahun.”

Meski bunyinya semboyan di tugu tadi sudah menjadi keputusan, namun demikian para tokoh pergerakan nasional masih memiliki ganjalan, belum puas. Setelah Indonesia merdeka, ketika memperingati 40 tahunnya BO, 20 Mei 1948 tulisan di pondasi tugu tadi dihapus dan diganti: “Tugu Peringatan Kebangunan Nasional.”

Berdirinya Tugu Lilin kala itu, selain menggunakan ilmu lahir, sebagai orang Jawa juga tidak meninggalkan ilmu kebatinan. Hal itu bisa disaksikan adanya bahan bangunan yang berwujud bata, yang diambil dari petilasan bangunan Kraton Kartasura, Kraton Pajang dan Kraton Kasunanan. Hal ini menandakan perlambang bahwa pihak kraton sejatinya juga mendukung adanya organisasi pergerakan nasional tadi. Juga sebagai alat propaganda terhadap rakyat agar segan lagi, membantu, karena biasanya apa yang dilakukan oleh kraton, rakyat bakal berpartisipasi.

Sumber :
http://kekunaan.blogspot.com/2012/08/tugu-lilin.html
JAYA BAYA edisi 23 Mei 1993 hal. 33
MONUMEN PERS NASIONAL SURAKARTA - SOLO

MONUMEN PERS NASIONAL SURAKARTA - SOLO

Dalam sejarah, nama Solo cukup dikenal sebagai salah satu basis perjuangan pemuda dan seluruh rakyat Indonesia menentang kehadiran kaum Kolonialis di bumi nusantara. Barangkali Solo sebagai pusat dua buah Kerajaan di Jawa yakni Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Pura Mangkunegaran lebih memiliki basis masa dibanding daerah-daerah lainnya. Memang kalau dibandingkan dengan Yogyakarta yang juga merupakan pusat Kerajaan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Pura Pakualaman, solo masih kalah peran terutama dalam hal perjuangan fisik. Akan tetapi eksistensi dan kehidupan solo tetap tidak dapat dipisahkan dari sejarah.

Solo ternyata telah menghasilkan banyak catatan sejarah perjuangan baik perjuangan fisik maupun non fisik. Salah satu peristiwa sejarah yang tidak boleh dilupakan yaitu bahwa Solo adalah Kota Kelahiran Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Peristiwa ini dimulai ketika peralihan ibukota R.I dari Jakarta ke Yogyakarta. Sebelum terbentuknya PWI, sebenarnya sudah ada organisasi yang mewadahi para wartawan yaitu Persatuan Djurnalistik Indonesia (PERDI) yang mandeg kegiatannya ketika Jepang masuk Indonesia.

Para wartawan seperti Soemanang, Soedarjo Tjokrosisworo, BM. Diah dan rekan-relannya akhirnya mempunyai gagasan baru untuk mendirikan sebuah wadah yang lebih merangkul semua wartawan di Indonesia. Mereka lalu mengadakan Konggres di Solo, tepatnya di gedung Sositet Sasono Suko, Mangkunegaran. Konggres ini berhasil membuahkan keputusan untuk mendirikan PWI dan benar-benar teralisasi pada tanggal 9 Pebruari 1946. Tanggal tersebut hingga kini tetap dipakai sebagai tonggak peringatan kelahiran PWI yang lebih dikenal sebagai Hari Pers Nasional. Sedangkan gedung Sositet Sasono Suko saat ini difungsikan sebagai Monumen Pers Nasional.


Monumen Pers Nasional terletak di Jl. Gajah Mada No. 59 Surakarta. Dahulu dikenal dengan sebutan “Sociteit” dan pada tanggal 9 Februari 1946 dipergunakan tempat menyelenggarakan Kongres Pertama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) kemudian ditempati Palang Merah Indonesia (PMI) cabang Surakarta hingga tahun 1977.

Pasca likuidasi Departemen Penerangan RI status Monumen Pers Nasional berada dalam Badan Informasi dan Komunikasi Nasional. Setelah Lembaga Informasi Nasional diintegrasikan ke dalam Departemen Komunikasi dan Informatika pada tahun 2005 maka Monumen Pers Nasional menjadi satuan kerja dibawah Direktorat Jenderal Sarana Komunikasi dan Diseminasi Informasi Departemen Komunikasi dan Informatika. Berdasarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No.06/PER/M.KOMINFO/ 03/2011 tanggal 16 Maret 2011 diputuskan Monumen Pers Nasional adalah Unit Pelaksana Teknis Direktorat Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Monumen Pers nasional terdiri dari tiga unit gedung dengan tambahan lantai atas pada bangunan induk. Sebagai monumen yang sekaligus berfungsi sebagai museum, gedung ini banyak menyimpan dan mengoleksi benda-benda bersejarah peninggalan wartawan pejuang tempo doeloe. Di dalam Monumen Pers tersimpan naskah dan dokumen kuno yang merupakan bukti-bukti sejarah perjalanan pers nasional dan perjuangan bangsa Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda, penjajahan Jepang, kemerdekaan, hingga zaman pemerintahan saat ini.

Ada mesin ketik kuno, foto tustel kuno, penerbitan-perbitan kuno, Pemancar Radio saat perang kemerdekaan, koleksi foto, koran, majalah, pengabdian wartawan dan lain-lain. Dewasa ini sesuai dengan fungsinya, monumen Pers Nasional Solo setiap hari selalu menerima kiriman berupa koran Harian, Mingguan, Majalah dari Bulletin dari perbitan surat kabar. Untuk menanganinya, di MonumenPers ini telah ada seksi khusus, yaitu seksi Laboratorium dan Dokumentasi. Disini pula dapat dijumlai ribuan buku yang disimpan sangat rapi di ruang perpustakaan. Pengelolaan Monumen Pers Nasional Solobeserta segala isinya ditangani oleh Yayasan Pengelola Sarana Pers Nasional dengan Depertemen Penerangan R.I. sebagai instansi penanggung jawab. Oleh karena itu Monumen Pers Nasional tepat menjadi objek wisata pendidikan.


Sejak pertengahan Maret 2009 lalu, Monumen Pers Nasional kembali mengaktifkan keberadaan media baca sebagai sarana diseminasi informasi untuk masyarakat. Media baca yang disebut “Monggo Maos” ini dikelola oleh Seksi Pelayanan Informasi Monumen Pers Nasional. Staf Seksi Pelayanan Informasi setiap pagi secara bergiliran mengganti koran yang dipasang.

Sementara ini koran yang dipasang yaitu Solo Pos dan Suara Merdeka, dengan harapan masyarakat sekitar dapat memperoleh informasi terkini mengenai kota Solo pada khususnya, dan wilayah Soloraya pada umumnya. Keberadaan media baca “Monggo Maos” ini dirasa cukup efektif, terbukti dengan banyaknya masyarakat yang memanfaatkan media tersebut untuk memperoleh informasi, baik tingkat lokal maupun internasional dengan segmen berita yang beragam. Tidak hanya masyarakat dengan tingkat pendidikan tinggi yang memanfaatkan “Monggo Maos”, namun juga tukang becak dan pemulung. Hal ini membuktikan bahwa setiap orang membutuhkan informasi dan berita untuk memperkaya pengetahuan, tanpa peduli status sosial maupun tingkat pendidikan mereka.

Di Monumen Pers Nasional sendiri banyak mendapat kunjungan dari para mahasiswa antara lain dari Universitas Sebelas Maret Surakarta, Universitas Airlangga Surabaya, Universitas Diponegoro Semarang, dll. Selain mendapatkan informasi mengenai Monumen Pers Nasional untuk bahan studi mereka, para mahasiswa tersebut juga berkesempatan mencoba fasilitas Media Center yang ada di Monumen Pers Nasional. Sejak bulan Maret lalu, Media Center mulai dibuka untuk umum dari pukul 09.00 sampai dengan pukul 14.30 WIB pada hari kerja. Keberadaan Media Center ini sangat bermanfaat dan efektif untuk mendukung keberadaan Monumen Pers Nasional sebagai instansi Pemerintah yang berperan besar dalam proses diseminasi informasi. Monumen Pers Nasional merupakan pusat konservasi dan preservasi jutaan eksemplar koran dan majalah kuno yang menjadi referensi bagi akademisi khususnya di bidang jurnalistik dan pers.

Sumber : http://restu.student.fkip.uns.ac.id/