SEJARAH PANCASILA INDONESIA


Ideologi dan dasar negara kita adalah Pancasila. Pancasila terdiri dari lima sila. Kelima sila itu adalah: Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusayawaratan perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
 

Sebelum tanggal 17 Agustus bangsa Indonesia belum merdeka. Bangsa Indonesia dijajah oleh bangsa lain. Banyak bangsa-bangsa lain yang menjajah atau berkuasa di Indonesia, misalnya bangsa Belanda, Portugis, Inggris, dan Jepang. Paling lama menjajah adalah bangsa Belanda. Padahal sebelum kedatangan penjajah bangsa asing tersebut, di wilayah negara RI terdapat kerajaan-kerajaan besar yang merdeka, misalnya Sriwijaya, Majapahit, Demak, Mataram, Ternate, dan Tidore. Terhadap penjajahan tersebut, bangsa Indonesia selalu melakukan perlawanan dalam bentuk perjuangan bersenjata maupun politik.


Perjuangan bersenjata bangsa Indonesia dalam mengusir penjajah, dalam hal ini Belanda, sampai dengan tahun 1908 boleh dikatakan selalu mengalami kegagalan.

Penjajahan Belanda berakhir pada tahun 1942, tepatnya tanggal 8 Maret. Sejak saat itu Indonesia diduduki oleh bala tentara Jepang. Namun Jepang tidak terlalu lama menduduki Indonesia. Mulai tahun 1944, tentara Jepang mulai kalah dalam melawan tentara Sekutu. Untuk menarik simpati bangsa Indonesia agar bersedia membantu Jepang dalam melawan tentara Sekutu, Jepang memberikan janji kemerdekaan di kelak kemudian hari. Janji ini diucapkan oleh Perdana Menteri Kaiso pada tanggal 7 September 1944. Oleh karena terus menerus terdesak, maka pada tanggal 29 April 1945 Jepang memberikan janji kemerdekaan yang kedua kepada bangsa Indonesia, yaitu janji kemerdekaan tanpa syarat yang dituangkan dalam Maklumat Gunseikan (Pembesar Tertinggi Sipil dari Pemerintah Militer Jepang di Jawa dan Madura)

Dalam maklumat itu sekaligus dimuat dasar pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Tugas badan ini adalah menyelidiki dan mengumpulkan usul-usul untuk selanjutnya dikemukakan kepada pemerintah Jepang untuk dapat dipertimbangkan bagi kemerdekaan Indonesia.

Keanggotaan badan ini dilantik pada tanggal 28 Mei 1945, dan mengadakan sidang pertama pada tanggal 29 Mei 1945 – 1 Juni 1945. Dalam sidang pertama ini yang dibicarakan khusus mengenai calon dasar negara untuk Indonesia merdeka nanti. Pada sidang pertama itu, banyak anggota yang berbicara, dua di antaranya adalah Muhammad Yamin dan Bung Karno, yang masing-masing mengusulkan calon dasar negara untuk Indonesia merdeka. Muhammad Yamin mengajukan usul mengenai dasar negara secara lisan yang terdiri atas lima hal, yaitu:
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat

Selain itu Muhammad Yamin juga mengajukan usul secara tertulis yang juga terdiri atas lima hal, yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Usulan ini diajukan pada tanggal 29 Mei 1945, kemudian pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno mengajukan usul mengenai calon dasar negara yang terdiri atas lima hal, yaitu:
1. Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia)
2. Internasionalisme (Perikemanusiaan)
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang Berkebudayaan

Kelima hal ini oleh Bung Karno diberi nama Pancasila. Lebih lanjut Bung Karno mengemukakan bahwa kelima sila tersebut dapat diperas menjadi Trisila, yaitu:
1. Sosio nasionalisme
2. Sosio demokrasi
3. Ketuhanan
Berikutnya tiga hal ini menurutnya juga dapat diperas menjadi Ekasila yaitu Gotong Royong.

Selesai sidang pertama, pada tanggal 1 Juni 1945 para anggota BPUPKI sepakat untuk membentuk sebuah panitia kecil yang tugasnya adalah menampung usul-usul yang masuk dan memeriksanya serta melaporkan kepada sidang pleno BPUPKI. Tiap-tiap anggota diberi kesempatan mengajukan usul secara tertulis paling lambat sampai dengan tanggal 20 Juni 1945. Adapun anggota panitia kecil ini terdiri atas delapan orang, yaitu:
1. Ir. Soekarno
2. Ki Bagus Hadikusumo
3. K.H. Wachid Hasjim
4. Mr. Muh. Yamin
5. M. Sutardjo Kartohadikusumo
6. Mr. A.A. Maramis
7. R. Otto Iskandar Dinata
8. Drs. Muh. Hatta

Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan rapat gabungan antara Panitia Kecil, dengan para anggota BPUPKI yang berdomisili di Jakarta. Hasil yang dicapai antara lain disetujuinya dibentuknya sebuah Panitia Kecil Penyelidik Usul-Usul/Perumus Dasar Negara, yang terdiri atas sembilan orang, yaitu:
1. Ir. Soekarno
2. Drs. Muh. Hatta
3. Mr. A.A. Maramis
4. K.H. Wachid Hasyim
5. Abdul Kahar Muzakkir
6. Abikusno Tjokrosujoso
7. H. Agus Salim
8. Mr. Ahmad Subardjo
9. Mr. Muh. Yamin
Panitia Kecil yang beranggotakan sembilan orang ini pada tanggal itu juga melanjutkan sidang dan berhasil merumuskan calon Mukadimah Hukum Dasar, yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan “Piagam Jakarta”.

Dalam sidang BPUPKI kedua, tanggal 10-16 juli 1945, hasil yang dicapai adalah merumuskan rancangan Hukum Dasar. Sejarah berjalan terus. Pada tanggal 9 Agustus dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, dan sejak saat itu Indonesia kosong dari kekuasaan. Keadaan tersebut dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh para pemimpin bangsa Indonesia, yaitu dengan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 17 Agustus 1945. Sehari setelah proklamasi kemerdekaan PPKI mengadakan sidang, dengan acara utama (1) mengesahkan rancangan Hukum Dasar dengan preambulnya (Pembukaannya) dan (2) memilih Presiden dan Wakil Presiden.

Untuk pengesahan Preambul, terjadi proses yang cukup panjang. Sebelum mengesahkan Preambul, Bung Hatta terlebih dahulu mengemukakan bahwa pada tanggal 17 Agustus 1945 sore hari, sesaat setelah Proklamasi Kemerdekaan, ada utusan dari Indonesia bagian Timur yang menemuinya.

Intinya, rakyat Indonesia bagian Timur mengusulkan agar pada alinea keempat preambul, di belakang kata “ketuhanan” yang berbunyi “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dihapus. Jika tidak maka rakyat Indonesia bagian Timur lebih baik memisahkan diri dari negara RI yang baru saja diproklamasikan. Usul ini oleh Muh. Hatta disampaikan kepada sidang pleno PPKI, khususnya kepada para anggota tokoh-tokoh Islam, antara lain kepada Ki Bagus Hadikusumo, KH. Wakhid Hasyim dan Teuku Muh. Hasan. Muh. Hatta berusaha meyakinkan tokoh-tokoh Islam, demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Oleh karena pendekatan yang terus-menerus dan demi persatuan dan kesatuan, mengingat Indonesia baru saja merdeka, akhirnya tokoh-tokoh Islam itu merelakan dicoretnya “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” di belakang kata Ketuhanan dan diganti dengan “Yang Maha Esa”.

Adapun bunyi Pembukaan UUD1945 selengkapnya sebagai berikut:
UNDANG-UNDANG DASAR
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
PEMBUKAAN
(Preambule)

Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan perikeadilan. Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.  Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan de-ngan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidup-an bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadil-an sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Ke-rakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Source: Berbagai Sumber
Tanaman Langka Asli Indonesia

Tanaman Langka Asli Indonesia

1.BALAM SUNTAI 

Balam Suntai (Palaquium walsurifolium),balam suntai adalah salah satu jenis tanaman langka asli indonesia.tanaman langka ini memiliki kualitas kayu yang baik. kelas keawetan tanaman langka ini adalah kelas IV dan kekuatannya kelas II. maka tidaklah heran kalau tanaman langka ini banyak dicari orang.



2.BAYUR 

Bayur (Pterospermum sp). Tanaman langka indonesia ini memiliki nama daerah Balang, wadang, walang, wayu. bayur adalah jenis tanaman langka yang memiliki kualitas kayu bagus. 

3.CENDANA 

Cendana (Santalum album). Cendana atau cendana wangi, merupakan tanaman langka penghasil kayu cendana dan minyak cendana. Kayunya digunakan sebagai rempah-rempah, bahan dupa, aroma terapi, campuran parfum, serta sangkur keris (warangka). Cendana adalah tumbuhan parasit pada awal kehidupannya. Kecambahnya memerlukan pohon inang untuk mendukung pertumbuhannya, karena perakarannya sendiri tidak sanggup mendukung kehidupannya. Karena prasyarat inilah cendana sukar dikembangbiakkan atau dibudidayakan. Kayu cendana wangi (Santalum album) kini sangat langka dan harganya sangat mahal. Kayu cendana dianggap sebagai obat alternatif untuk membawa orang lebih dekat kepada Tuhan. Minyak dasar kayu cendana, yang sangat mahal dalam bentuknya yang murni, digunakan terutama untuk penyembuhan cara Ayurveda, dan untuk menghilangkan rasa cemas. 

4.DAMAR 

Damar, Kopal Keruling (Agathis labillardieri). Tanaman langka ini berasal dari papua. Damar adalah salah satu jenis pohon potensial yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Tanaman langka ini tingginya bisa mencapai 60 m dan dimeternya 2 m. 

5.Raflesia Arnoldi 

Bunga Rafflesia hidup di Tama Nasional Bengkulu, mempunyai ukuran dengan diameter bunga yang hampir mencapai 1 meter. Bunga ini terkenal dengan sebutan bunga bangkai karena mengeluarkan bau busuk yang menyengat. Bau busuk yang dikeluarkan oleh bunga digunakan untuk menarik lalat yang hinggap dan membantu penyerbukan. Raflesia Arnoldi merupakan tumbuhan parasit yang memerlukan inang untuk hidupnya. Saat ini kondisi habitat Raflesia Arnoldi sangat memprihatinkan sehingga jumlahnya menurun drastis dari tahun ke tahun. Menyusutnya habitat bunga tersebut di antaranya disebabkan kegiatan manusia seperti pembukaan wilayah hutan baik untuk kegiatan pertambangan, pertanian, maupun permukiman. 
6.ENAU 

Enau (Arenga pinnata). Enau atau aren (Arenga pinnata, suku Arecaceae) adalah palma yang terpenting setelah kelapa (nyiur) karena merupakan tanaman serba guna. Palma yang besar dan tinggi, dapat mencapai 25 m. Berdiameter hingga 65 cm, batang pokoknya kukuh dan pada bagian atas diselimuti oleh serabut berwarna hitam yang dikenal sebagai ijuk, injuk, juk atau duk. Ijuk sebenarnya adalah bagian dari pelepah daun yang menyelubungi batang. Pohon enau menghasilkan banyak hal, yang menjadikannya populer sebagai tanaman yang serbaguna, terutama sebagai penghasil gula. 


7.MIMBA 

Mimba (Azadirachta indica). Tanaman langka ini mempunyai nama lain Mimbo atau Mimba. Tanaman langka ini merupakan pohon yang tinggi (Arbor) batangnya dapat mencapai 20 m bahkan lebih. Kulit batangnya tebal, batang agak kasar, daun menyirip genap, dan berbentuk lonjong dengan tepi bergerigi dan runcing, sedangkan buahnya merupakan buah batu dengan panjang 1 cm. Buah mimba dihasilkan dalam satu sampai dua kali setahun, berbentuk oval, bila masak daging buahnya berwarna kuning, biji ditutupi kulit keras berwarna coklat dan didalamnya melekat kulit buah berwarna putih. Tanaman ini bisa digunakan sebagai pestisida nabati. Karena daun mimba mengandung senyawa-senyawa yang dapat mengendalikan hama tanaman, diantaranya adalah sitosterol, hyperoside, nimbolide, quercetin, quercitrin, rutin, azadirachtin, dan nimbine. 


 

8.TEMBESU 

Tembesu (Fagraea fragrans) termasuk kedalam famili Loganiaceae. Daerah penyebarannya Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa Barat, Maluku, dan Irian Jaya. Tempat tumbuh pada tanah datar dan sarang atau tempat yang tidak becek, tanah liat berpasir, dengan type curah hujan A sampai B pada ketinggian 0–500 dpl.
Tinggi pohon tembesu mencapai 40 m, dengan panjang batang bebas cabang sampai 25 m, diameter 80 cm atau lebih, dengan batang tegak dan tidak berbanir. Kulit luar berwarna coklat sampai hitam, beralur dangkal dan sedikit mengelupas. Kayunya keras berwarna kuning emas tua atau coklat jingga, dan termasuk ke dalam kelas awet satu. 

 

9.JELUTUNG 

Jelutung atau jelutong (Dyera costulata, syn. D. laxiflora) adalah spesies pohon dari subfamilia oleander. Pohon ini dapat tumbuh hingga 60 meter dengan diameter sebesar 2 meter. Pohon ini tumbuh di semenanjung Malaysia, Kalimantan, Sumatra dan bagian selatan Thailand. 

 

sumber
KEBUN BINATANG SURABAYA ( KBS )

KEBUN BINATANG SURABAYA ( KBS )


kebun binatang surabaya


Kebun Binatang Surabaya
Bagi anda yang ingin melakukan perjalanan wisata bersama keluarga di surabaya mungkin dapat menjadikan KBS atau yang sering dikenal dengan sebutan kebun binatang surabaya sebagai salah satu tempat tujuan wisata di jawa timur. Kebun binatang surabaya terletak di jantung kota surabaya, anda dapat menggunakan jasa rental mobil di surabaya atau jasa sewa mobil surabaya utuk mengantar anda ke lokasi.
Dengan harga tiket Rp 10.000,- per orang, Anda dapat mulai menjelajah di kebun binatang ini. Suasana rimbun tampak saat Anda memasukinya. Rimbunnya pepohonan membuat suasana lebih segar dan menghalangi sinar matahari masuk berlebih.Kebun Binatang Surabaya (KBS) memang berperan sebagai paru-paru kota. Ini dapat menjadi tempat untuk menghindar sejenak dari panas dan polusi kota Surabaya. Dekat dengan pintu masuk utama, terdapat sebuat peta dengan warna dan gambar yang menarik yang merupakan peta Kebun Binatang Surabaya.


Sejarah Kebun Binatang Surabaya
Konon, Kebun Binatang Surabaya ini adalah salah satu kebun binatang yang tertua di Asia. Kebun Binatang Surabaya pertama kali dibuka untuk umum pada April 1918. Bahkan pada tahun 1970-an, kebun binatang surabaya menyandang sebagai kebun binatang dengan koleksi terlengkap di Asia Tenggara. Kebun Binatang Surabaya juga pernah menyandang sebagai kebun binatang terbesar dan paling terkenal di Asia Tenggara. Dengan luas 15 hektar, tempat ini juga dapat dijadikan sebagai tempat untuk berjalan kaki dan olahraga. Anda dapat mengunjungi tempat ini mulai dari pukul 08.00 sampai pukul 17.00 WIB. namun anda dapat mempercepat rencana wisata di kebun binatang surabaya jika anda menginginkan wahana wisata yang lain seperti Jatim Park yang berada di kota batu malang maupun wisata bahari lamongan yang juga terkenal akan keindahan dan wahana permainan yang disukai keluarga.


Koleksi Binatang di Kebun Binatang Surabaya
Koleksi satwa yang ada di Kebun Binatang Surabaya cukup lengkap, ada lebih dari 300 spesies. Berbagai jenis binatang dari jenis unggas (aves), mamalia, reptilia, dan berbagai ikan dapat Anda temui di dalam Kebun Binatang Surabaya. Kandang binatang dikelompokkan dalam jenis binatang. Misalnya unggas atau burung (aves), dimana ada pelikan Australia, burung merak, jalak bali, dan burung unta. Binatang buas yang ada di sini antara lain harimau Sumatra, macan tutul, harimau putih, singa, dan beruang. sebagai tempat wisata terkenal di surabaya tentunya anda tidak hanya cukup sampai disitu.


Pada bagian belakang kebun binatang surabaya, terdapat kandang binatang primata berisi orang utan, simpanse, baboon, bekantan. Setelah itu, Anda dapat melihat kandang jerapah dengan lehernya yang panjang, kuda, rusa, unta, kuda nil, dan bison Amerika yang sudah berusia tua.


Ada pula koleksi hewan langka yang dilindungi seperti komodo dapat dijumpai di Kebun Binatang Surabaya. Binatang lainnya yang mungkin jarang dilihat terdapat juga di sini seperti tapir, babi rusa dan anoa. Kebun binatang ini juga berfungsi sebagai tempat konservasi bagi binatang-binatang tersebut.


Selain melihat binatang darat, Anda juga dapat melihat ikan-ikan air tawar dan air laut yang terletak pada bagian yang diberi nama Aquarium. Untuk dapat masuk ke area ini, Anda harus membeli tiket masuk seharga Rp 3.000,- per orang. Aquarium yang ada dalam ruangan tidak terlalu banyak. Yang menarik perhatian pada area ini adalah kolam ikan Arapaima gigas yang merupakan ikan air tawar terbesar di dunia. Ikan ini berasal dari Sungai Amazon, Amerika Selatan, dengan panjang yang dapat mencapai 3 meter dan berat 200 kg. Dalam kawasan ini juga terdapat binatang jenis reptil seperti beberapa jenis buaya, ular, iguana dan penyu berukuran besar.


Feeding Time dan Fasilitas Lainnya Kebun Binatang Surabaya


Setelah puas mengunjungi kandang binatang di Kebun Binatang Surabaya, Anda juga dapat menunggang binatang seperti gajah atau kuda. Pada jadwal yang telah ditentukan, Anda dapat menyaksikan pemberian makanan (feeding time) untuk binatang-binatang tersebut. Ada juga atraksi binatang pada waktu-waktu tertentu.


Bila Anda membawa anak-anak, Anda dapat mengajak mereka ke arena bermain anak yang dekat dengan pintu masuk. Di dekat arena bermain tampak beberapa pedagang menjajakan mainan dengan ciri kebun binatang surabaya. Fasilitas lain di kebun binatang ini adalah perpustakaan yang dapat menambah pengetahuan. Ada pula jembatan pantau, setelah naik tangga yang cukup banyak, Anda dapat melihat kebun binatang ini dari atas serta rumah dan bangunan lain yang ada di kota Surabaya. Sebagai kenang-kenangan, Anda dapat mencoba berfoto di stand foto yang hasilnya akan dimanipulasi sehingga seolah-olah Anda bersentuhan dengan binatang-binatang koleksi kebun binatang surabaya.


Tempat ini sebenarnya dapat menjadi tempat rekreasi favorit di Surabaya karena letaknya yang strategis, di tengah kota dan mudah diakses bahkan dengan menggunakan kendaraan umum. Letaknya berdekatan dengan Stasiun Wonokromo dan berada di depan Terminal Joyoboyo sehingga mudah dikunjungi dari pengunjung luar kota. Tentunya anda tidak perlu bingung jika ingin mengunjungi kebun binatang surabaya, karena Pramana Rent Car siap melayani perjalanan anda.
Saat ini, Kebun Binatang Surabaya dikelola oleh Perkumpulan Taman Flora dan Satwa Surabaya. Peranan pengelola untuk membuat kebun binatang ini lebih bersih dan nyaman pasti dinantikan oleh banyak pengunjung yang akan senang untuk berkunjung kembali melihat koleksi binatang Kebun Binatang Surabaya (KBS).


Sumber
Film Indonesia yang Go Internasional

Film Indonesia yang Go Internasional


Di tengah industri perfilman Indonesia yang cenderung terpuruk karena banyaknya film-film dengan kwalitas yang buruk ternyata masih banyak juga film-film Indonesia yang mampu mengangkat nama Indonesia.

Berikut ini adalah film-film Indonesia yang berhasil melenggang di dunia internasional dan dianggap sukses:

Film-Film

1.    THE RAID
Pada penayangan perdana di hollywood film ini mendapat sambutan luar biasa. Tidak hanya di Amerika film tersebut mendapat apresiasi tinggi di Kanada dan Australia.

Sebelum beredar di bioskop, ‘the Raid’ yang diproduksi tahun 2011 telah mendulang penghargaan bergengsi di kancah perfilman internasional, seperti  Cadillacs People’s Choice Award di Toronto international film festival 2011 dan the Best Film sekaligus Audience Award di Jameson Dublin International Film Festival 2012.


Film sutradara Gareth Evans dan dibintangi Iko Uwais ini juga ikut serta dalam festival film Sundance 2012 dan menjadi salah satu karya yang paling disukai panitia Sundance.
Penggarapan film the Raid juga melibatkan musisi papan atas dunia, Mike Sinoda dari band Linkin Park, serta Josep Trapanese, komposer yang menggarap film Walt Disney Tron, Legacy pada tahun 2010.



2.    PINTU TERLARANG
Meskipun film bergenre horor yang dibintangi aktor Fachri Albar ini kurang mendapat apresiasi di Indonesia, namun film yang dirilis pada tahun 2009 tersebut cukup menerima penghargaan di internasional.



Terpilih dan diputar pada ajang Intenational Film Festival Rotterdam ke 38 pada 21 Januari hingga 1 februari 2009 dan penghargaan cukup membanggakan diraih di Fantastic Film Festival. Dalam festival yang digelar di Korea Selatan 16 hingga 26 Juli tersebut, ‘Pintu Terlarang’ mendapat penghargaan Best of Puchon atau salah satu kategori film terbaik.
Selain Fachri Albar, film ini melibatkan artis ternama lainnya seperti Marsha Timothy, Ario Bayu, Tio Pakusadewo, dan Henidar Amroe, cerita film ini diadapasi dari novel berjudul sama karya Sekar Ayu Asmara.


Film-Film



3.    DAUN DI ATAS BANTAL
Film sutradara Garin Nugroho (1998) yang sempat terhenti pembuatannya akibat krisis ekonomi 1987 ini akhirnya diselesaikan di Australia. Film  yang mengisahkan seorang ibu dengan tiga anak jalanan itu selesai berkat bantuan dari pihak ketiga, seperti Hubert Bals Fund dan NHK. 
Meskipun kurang diminati di negeri sendiri, namun film ini mendapat apresiasi tinggi di luar negeri.


Pada ajang Asia Pacific Film Festival (1998), dinobatkan sebagai film terbaik dan Christine Hakim sebagai aktris terbaik. Menjadi unggulan dalam kategori Silver Screen Award Best Asian Feature Filmpada Singapore International Film Festival (1999, Sementara Garin Nugroho memperoleh Special Jury Prize pada Tokyo International Film festival 1998.


4.    LASKAR PELANGI
Film sutradara Riri Reza yang diadopsi dari novel karya Andrea Hirata ini menjadi salah satu yang diputar di Festival Film International Fukuoka 2009 di Jepang, Barcelona Asian Film Festival 2009 di Spanyol, Singapore International Film Festival 2009, 11th Udine Far East Film Festival di Italia dan Los Angeles Asia Pacific Film Festival 2009 di Amerika Serikat.

Bahkan  studio film di negara seperti, Namibia, Spanyol, Italia, Hongkong, Singapura, Jerman, Amerika, Australia, dan Portugal beramai-ramai menayangkan film tentang mimpi 10 anak di desa terpencil dalam mengenyam pendidikan tersebut.


Setelah rilis pada 2008, film ini meraih penghargaan the Golden Butterfly Award untuk kategori film terbaik di International Festival of Film for Children dan Young Adults di Hamedan, Iran. Menjadi nominasi film terbaik di Berlin International Film Festival 2009, serta editor terbaik Asian Film 2009 di Hongkong.


5.    PASIR BERBISIK
Film yang disutradarai Nan Achnas yang mengambil latar keindangan Gunung Bromo dainggap memiliki ketajaman ide cerita.  Christine Hakim dan Dian Sastro Wardoyo, dinilai pengamat film tanah air, telah membuat film ini terasa lebih hidup. Tak terkecuali totalitas peran yang ditunjukkan Didi Petet, Slamet Raharjo, Mang Udel dan Dessy Fitri.



Film ini berhasil meraih penghargaan internasional, seperti Best Cinematography Award, Best Sound Award, dan Jury’s Special Award for Most Promising Director untuk Festival Film Asia Pacifik 2001, artis wanita terbaik, Festival Film Asiatique Deauville 2002. Artis wanita terbaik pada Festival Film Antarbangsa Singapura ke-15.


Sumber



HEWAN ASLI INDONESIA

1. Hiu karpet berbintik (Hemiscyllium freycineti)hiu karpet berbintik 

Berpola kulit yang indah, hiu ini memiliki kemiripan yang luar biasa dengan kulit macan tutul. Heksagonal cokelat bintik, dengan pusat-pusat pucat, penuh di seluruh tubuh bagia atas. Kecil bintik-bintik gelap menutupi moncong, dan besar, gelap yang terletak tepat di belakang sirip dada. Kedua sirip punggung dan sirip anus ditempatkan di belakang tubuh,pada ekor tebal habitatnya pada air dangkal di terumbu karang, pasir dan rumput laut yh lebat, berada didaerah papua.

2. Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus)
 

panjangnya bisa mencapai 2-4 meter, tingginya 170cm dan beratnya mencapai 900 – 2,300 kg. Statusnya sangat terancam, WWF melidungi hewan ini,badak Jawa adalah salah satu mamalia besar paling langka di dunia . Nama rhinoceros berasal dari bahasa Yunani untuk 'nose horn', dan badak Jawa memiliki satu tanduk di moncongnya itu, seperti tanduk badak, tidak memiliki inti yang kurus tapi terdiri dari serat keratin. Dewasa dalam warna abu-abu, dan memiliki penampilan yg berlapis baja disebabkan oleh lipatan dalam kulit berbulu. Kita dapat menemui hewan ini di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten.

3. Babirusa Sulawesi (Babyrousa celebensis)
 

Tergolong kedalam hewan yang rentan kepunahannya redaftar didalam data hewen yg hampir punah didunia.
Babirusa Sulawesi jelas diketahui menghuni semenanjung utara dan utara-bagian timur Sulawesi, dan jangkauan dapat juga meliputi pusat, timur dan selatan-timur Sulawesi, meskipun studi lanjut pada penggolongan / taksonomi hewan ini diperlukan sebelum hal ini dapat dikonfirmasi. Beratnya mencapai 600kg, Hidup di hutan hujan dan beriklim tropis.

4. Maleo (Macrocephalon maleo)
 

Ukurannya 55-60 cm. Termasuk ke dalam hewan yang terancam populasinya, Habitatnya di sulawesi dan pulau buton. Tinggal di dataran rendah dan pantai Burung mencolok ini memiliki khas kurus, gelap pada mahkota pelindung kepala, wajah berwarna kekuningan. Paha yang hitam, dan perut putih, dengan warna merah muda pada dorsal(dada). Burung langka ini biasanya diam, tetapi, terutama di sekitar sarang sangat menjaga, dapat memancarkan suara sangat luar biasa. Ini termasuk ringkikan keras dan, ketika dalam perebutan, seperti bebek ber-kwek.

5. Anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis)
 

panjang ekor: 40 cm, Kepala+ panjang badan: 180 cm, jantan tinggi: 27-37 cm, betina height: 18-26 cm. Spesies ini endemik untuk pulau Sulawesi Indonesia, di mana jangkauan membentang sekitar 5.000 km², Sesuai dengan namanya jenis ini mendiami hutan dataran rendah. Hal ini juga terjadi di daerah berawa dan di masa lalu tercatat dari daerah pesisir

6. Kelelawar berjenggot coklat dan ekor selubung (Taphozous achates)
 

kelelawar ini mesih memilki data yang kurang, tapi habitanya adalah indonesia

7. Kus-kus Sulawesi (Strigocuscus celebensis)
 

pajang badan dan ekornya hampir sma loh gan Kepala-badan panjang: 294-380 mm, panjang ekor : 270-373 mm. Kuskus Sulawesi kecil adalah mungil, possum-seperti marsupial, dengan lembut, pucat dan bulunya agak jarang. Endemik dari Indonesia, kuskus ini hanya ada di Sulawesi dan pulau-pulau dekat Sangihe, Siau dan Muna

8. Anoa Pegunungan (Bubalus quarlesi)
 

Panjang kepala-badan: 150 cm, ekor: 24 cm, tinggi bahu: 70 cm, Tanduk: 15 - 20 cm. Anoa gunung adalah hewan yg terancam punah, hewan ini adalah subfamili sapi liar, namun karena ukurannya yang kecil, itu lebih mirip dengan rusa. Anoa gunung hewan endemik Indonesia, ada hanya di provinsi Sulawesi dan pulau dekat Buton, sangat sedikit yang diketahui tentang preferensi habitat anoa gunung, karena itu adalah pemalu dan sedikit yg mempelajarinya. Hewan ini diketahui hidup di ketinggian antara 500 dan 2000 meter, namun laporan-laporan berbeda pada habitat lain. Ada yang mengatakan bahwa anoa pegunungan mendiami wilayah hutan lebat yang vegetationally beragam, sedangkan laporan lainnya yang suka area hutan yang relatif terbuka dengan kepadatan tanaman adapun yg mengatakan padadi sekitar daerah terbuka dan sumber-sumber air.

9. Jalak bali (Leucopsar rothschildi)
 

Panjang: 25 cm, Berat 85-90 gr. Populasinya sangat terancam,jalak Bali merupakan salah satu burung paling langka di dunia dan relatif baru bagi ilmu pengetahuan menjadi yang pertama dijelaskan pada 1912 oleh Walter Rothschild. pada jalak bali dewasa memiliki sayap putih dengan strip hitam, ekor tipis dan biru di sekitar mata. Hewan endemik bagi pulau Bali di Indonesia dan sebelumnya ditemukan di sepanjang barat laut dari pulau ketiga.Mendiami hutan monsun dan akasia sabana.

SEJARAH PULAU NUSA KAMBANGAN


Nusa Kambangan adalah nama sebuah pulau di Jawa Tengah yang lebih dikenal sebagai tempat terletaknya beberapa Lembaga Pemasyarakatan (LP) berkeamanan tinggi di Indonesia. Pulau ini masuk dalam wilayah administratif Kabupaten Cilacap dan tercatat dalam daftar pulau terluar Indonesia. Untuk mencapai pulau ini orang harus menyeberang dengan kapal feri dari pelabuhan khusus yang di kelola oleh Departemen Kehakiman R.I. yaitu dari Pelabuhan Sodong menyebrang ke Cilacap, Jawa Tengah selama kurang-lebih lima menit dan bersandar di Pelabuhan feri Wijayapura di Cilacap. Feri penyebrangan khusus ini juga di nakhodai dan di awaki oleh Petugas Pemasyarakatan (pegawai LP), bukan dari Departemen Perhubungan, khusus untuk kepentingan transportasi pemindahan narapidana dan juga melayani kebutuhan tranportasi pegawai LP itu sendiri beserta keluarganya.

Pulau Kambangan, yang berstatus sebagai cagar alam, selain sering digunakan untuk latihan militer, juga merupakan habitat bagi pohon-pohon langka, namun banyak yang telah ditebang secara liar. Saat ini yang tersisa kebanyakan adalah tumbuhan perdu, nipah, dan belukar. Kayu plahlar (Dipterocarpus litoralis) yang hanya dapat ditemukan di pulau ini banyak dicuri karena setelah dikeringkan, mempunyai kualitas yang setara dengan kayu meranti dari Kalimantan.

Secara tradisional, penerus dinasti Kesultanan Mataram sering melakukan ritual di pulau ini dan menjadikannya sebagai "hutan ritual". Di bagian barat pulau, di sebuah gua yang terletak di areal hutan bakau, ada semacam prasasti peninggalan zaman VOC. Di ujung timur, di atas bukit karang, berdiri mercu suar Cimiring dan benteng kecil peninggalan Portugis. Berbagai macam tumbuhan khas ritual budaya Jawa ditanam di sini. Nusa Kambangan tercatat sebagai pertahanan terakhir dari tumbuhan wijayakusuma yang sejati.

Dari sinilah nama pulau ini berasal: Nusa Kembangan, yang berarti "pulau bunga-bungaan".

Istilah "Penjara Nusakambangan" adalah sebuah kerancuan dalam pengertian khalayak ramai.
Karena  Tidak ada satupun nama penjara atau Lapas yang ada di Indonesia ini yang bernama demikian. Di Nusa Kambangan berdiri beberapa lembaga pemasyarakatan (Lapas atau LP) bertingkat keamanan tinggi di Indonesia.

Semula terdapat sembilan LP di Nusa Kambangan (untuk narapidana dan tahanan politik),
namun kini yang masih beroperasi hanya tinggal empat, yaitu LP Batu (dibangun 1925), LP Besi (dibangun 1929), LP Kembang Kuning (tahun 1950), dan LP Permisan (tertua, dibangun 1908).

Lima lainnya, yaitu Nirbaya, Karang Tengah, Limus Buntu, Karang Anyar, dan Gleger, telah ditutup. namun sekarang sudah dibangun untuk penjara khusus narkoba dan penjara terbuka serta penjara super maksimum security. 

Wilayah selatan pulau menghadap langsung ke Samudera Hindia dengan pantai berkarangnya dan ombak besar. Wilayah utara menghadap Cilacap dan dikelilingi kampung-kampung nelayan sepanjang hutan bakau, antara lain Kampung Laut dan Jojog.

Penghuni pulau hanya para narapidana dan pegawai LP beserta keluarganya, di bawah pengawasan Departemen Kehakiman dan Pemda Cilacap. Keluar-masuk pulau ini harus memiliki izin khusus dengan prosedur tertentu. Anak-anak para pegawai bersekolah di SD yang tersedia di dalam pulau. Untuk meneruskan ke tingkat lanjutan (SMP, SMU, atau perguruan tinggi), mereka harus bersekolah di Cilacap atau kota lainnya di Pulau Jawa.


Dan MEnurut Mitos / dongeng yang ada, Nusakambangan, jaman dahulunya adalah sebuah perahu, dan sewaktu - waktu entah kapan bisa tenggelam ke dalam laut. dan menurut cerita jaman dahulu (dari nenek moyang), Nusakambangan akan tenggelam jika sebuah "Pisang" dibeli dengan "Uang emas". hingga akhirnya nusakambangan menjadi sebuah pasar yang sangat rame. namun itu hanya sebuah dongeng, tapi jika melihat perputaran jaman, bukan hal yang tak mungkin semua itu terjadi, karna semua memang bisa dibeli di negara Indonesia.


Diambil dari Wikipedia

SEJARAH AGAMA BUDHA Di BALI


Agama Buddha tidaklah asing bagi masyarakat Bali, karena di pulau ini pernah tercatat berkembangnya Agama Siwa-Buddha. Catatan ini membuktikan Agama Buddha pernah menjadi salah satu agama masyarakat Bali dan membuktikan pula bahwa Agama Buddha memiliki landasan filosofi moral cinta kasih yang universal sehingga mampu hidup berdampingan dan menyatu dengan agama-agama (sekte-sekte) lain secara harmonis.

Catatan sejarah menunjukkan Agama Buddha diperkirakan masuk ke pulau Dewata pada abad ke 7 - 8. Banyak bukti sejarah yang kini menjadi saksi keberadaannya, seperti stupika (stupa), candi, patung-patung Buddha yang ditemukan di wilayah Kabupaten Gianyar, Klungkung, Karangasem dan Buleleng. Terakhir diketemukan stupa-stupa di desa Kalibukbuk (dekat daerah wisata Lovina, ±1 km dari BVA).

Banyak tokoh Buddhis di Bali yang tercatat memiliki peran amat penting dalam menata sosial kemasyarakatan, misalnya Mpu Kuturan, Mpu Nirarta (Dang Hyang Nirarta kemudian menyebarkan Siwa, yang dalam praktek hidupnya masih kental dipengaruhi oleh filosofi Buddha), Mpu Astapaka dan lain-lainnya. Bahkan keturunan Mpu Astapaka (merupakan keponakan Dang Hyang Nirarta) hingga kini masih jelas identitas Buddhisnya.

Seperti yang kita lihat saat ini, faham-faham Buddhis telah demikian luas dan menyatu secara harmonis dengan faham-faham lainnya seperti Siwa, Bojangga, Waisnawa, Soradan lain-lainnya menjadi satu yaitu yang kita kenal sebagai Agama Hindu Bali yang kemudian menjadi Agama Hindu.

Seiring dengan perkembangan sosial kehidupan masyarakat Indonesia secara umum, Agama Hindu dan Buddha mengalami kemunduran yang sangat berarti setelah tokoh-tokoh diatas tiada. Guru-guru spiritual yang berkualitas amat langka, kitab-kitab suci pun amat terbatas (kalau toh ada cenderung dikeramatkan oleh pemiliknya), lontar-lontar mulai ditinggalkan dan dilupakan karena desakan teknologi dan arus materialisme. Makna ritual keagamaan mulai bergeser menjadi Dogma. Keadaan seperti ini berlangsung hingga Bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya dari penjajahan Belanda dan Jepang.
Setelah jaman kemerdekaan, mulailah muncul keinginan-keinginan mempelajari agama-agama leluhur dan lahirlah kelompok-kelompok atau paguyuban-paguyuban yang khusus menggali dan mempelajari Agama dan Sastra yang pada jaman itu sangat populer dengan sebutan kelompok-kelompok kebathinan. Kitab-kitab suci agama Hindu dan Buddha mulai bisa didapatkan dari luar dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dhammaduta asing mulai datang ke Indonesia. Kaum intelektual mulai tertarik memperdalam belajar agama yang otentik/murni. Tercatat pelajar-pelajar Bali di Yogyakarta antara lain I Ketut Tangkas (kini Titha Ketuko Thera), IGN Oka Diputhera dan lain-lainnya ikut tergabung dalam kelompok-kelompok yang menggali dan mempelajari filsafat-filsafat agama yang murni. Di Bali tercatat nama Ida Ketut Jelantik dari desa Banjar Tegehe merupakan figur sastrawan yang getol mempelajari agama Buddha. Ida Ketut Jelantik yang terkenal dengan karya sastranya yang berjudul Sucita Subudi adalah paman Ida Bagus Giri (kemudian dikenal dengan nama Girirakkhito Mahathera). Ida Ketut Jelantik membangkitkan kembali ajaran Buddhisme yang otentik (yang belum dipengaruhi oleh kondisi-kondisi tertentu/murni) melalui kelompok-kelompok sastrawan di Bali Utara/Buleleng khususnya di desa Banjar dan sekitarnya.

Setelah peringatan Buddha Jayanti pada tahun 1956 di Semarang, mulailah muncul kelompok-kelompok yang senang mempelajari kebathinan khususnya menghayati Buddhisme melalui metode Meditasi Vipasana Bhavana. Figur-figur yang tergabung dalam kelompok itu di antaranya adalah I Nengah Astika (kini dikenal dengan nama Shri Pandita Buddharakshita), almarhum Ida Putu Gede Sangging, almarhum Ida Komang Gejer, almarhum Jro Dalang Nyoman Gede, almarhum Putu Mertha Purna, almarhum I Gde Sedana dan lain-lainnya.

Fungsi Brahmavihara Arama

Sesuai dengan latar belakang dan cita-cita pendirian Brahma Vihara sejak di desa Banjar hingga kini menjadi Brahmavihara Arama, maka fungsinya adalah sebagai berikut:

- Sebagai tempat tinggal para Bhikkhu
- Sebagai tempat sembahyang, praktek bakti umat Buddha
- Sebagai tempat pembabaran Dharma/dhamma dan meditasi
- Sebagai tempat menggali dan mengembangkan spiritualitas
- Sebagai sarana sosial kemasyarakatan.Dari fungsi-fungsi tersebut Brahmavihara Arama telah didesign sedemikian rupa sebagai visualisasi, tahapan-tahapan praktek yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan yaitu Nirwana.

Brahmavihara Arama ke Depan.

Tahun 2009 genap 30 tahun usia BVA. Selama 38 tahun pula pembangunan teras dilaksanakan hingga kini, meski Bhante Giri telah tiada pembangunan terus berlanjut. Ini mencerminkan laju pembangunan BVA cukup lamban, meski demikian kita tetap setia dan bersemangat untuk mewujudkan cita-cita Bhante Giri guna menjadikan BVA sebagai tempat pelatihan meditasi (Vipasana). Kesetiaan kita mengabdi kepada dhamma merupakan wujud bakti dan terimakasih kita terhadap Tri Ratna pada umumnya serta kepada almarhum Bhante Giri yang telah mewujudkan ajaran / dhamma kepada kita.

Untuk mewujudkan cita-cita Bhante Giri menjadikan BVA sebagai tempatpelatihan meditasi. sejak dua tahun lalu telah dibangun bangunan stupayangdibawahnya dapat digunakan sebagai ruang meditasi. Disebelah barat bangunan stupa akan dibangun kuti-kuti/ asrama untuk tempat tinggal para Bhikku dan peserta meditasi yang akan dilengkapi dapur dan ruang makan. Sebagai penunjangjugaakan dibangun perpustakaan dan ruang pertemuan. Semua ini akan dapat terwujud bila kita semua yang pernah dibimbing dan mendapat kasih sayang Bhante secara sadar dan iklasm1pxBtFU/TUljoegb8_I/AAAAAAAABQE/8FSVB3ydg50/s1600/4.jpg" style="background-color: transparent; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; border: none; padding: 0px;" />
Brahmavihara Arama terdiri dari tiga kata yaitu: Brahma, Vihara dan Arama. Brahma berarti agung, sangat luhur, terpuji, mulia. Vihara berarti cara hidup, dan Arama berarti tempat. Sering pula dijumpai bahwa kata Vihara diberi arti sama dengan Arama yaitu sebagai suatu tempat tinggal. Dari arti kata tersebut, maka makna Brahmavihara Arama adalah suatu tempat untuk melatih diri, menempa perilaku luhur/terpuji yang meliputi Metta, Karuna, Mudita dan Upekkha. Pemberian nama Brahma Vihara oleh Almarhum Bhante Giri selaku Founding Father sangat sejalan dengan tujuan pendiriannya.

Perilaku luhur yang meliputi Metta, Karuna, Mudita dan Upekkha. Ini dapat digali, dihayati, disadari dan dipraktekkan melalui jalan meditasi Vipassana Bhavana, karena Brahma Vihara sekaligus dapat dijadikan objek meditasi. Berkenaan dengan itulah Brahmavihara Arama diproklamasikan oleh Bhante Giri sebagai salah satu tempat meditasi. Kita menyadari dan meyakini bahwa manusia itu terdiri dari Rupa dan Nama yaitu tubuh/badan dan bhatin yang juga disebut sebagai Panca khanda. Panca khandha adalah lima kelompok kehidupan yang terdiri dari badan jasmani/tubuh (Rupa), perasaan, pencerapan, pikiran dan kesadaran (Nama) Panca khandha inilah yang disebut hidup dan kehidupan atau lazim disebut manusia.

Oleh karena terdiri dari dua kelompok (Nama dan Rupa) maka dalam kehidupan memerlukan dua kelompok makanan/kebutuhan yaitu:
  1. Untuk kelompok Rupa (badan, jasmani/tubuh) memerlukan 4 (empat) kebutuhan pokok yaitu: makanan (pangan), pakaian (sandang), tempat tinggal (papan) dan obat-obatan. Tempat tinggal jasmani disebut juga Vihara-fisik.
  2. Untuk Nama (bathin) memerlukan Dharma/Dhamma/ajaran spiritual, Ilmu pengetahuan dan juga tempat tinggal yang juga disebut vihara. Vihara disini merupakan suatu kondisi bathin-abstrak.
Berdasarkan kelompok tersebut maka Vihara sebagai tempat tinggal bathin adalah sebagai berikut:

1. Brahmavihara Arama terdiri

a. Metta/Maitri
Cinta kasih yang murni yang diberikan kepada semua mahkluk (universal) yang menembus tirai-tirai manusia berupa ras, suku, bangsa, agama, jenis kelamin, usia, tempat tinggal dan lain sebagainya. Cinta kasih ini hakekatnya menghendaki semua mahkluk dapat hidup sejahtera (dalam arti kebutuhan pokok terpenuhi, damai, terlindung, aman, sehat).
- Metta/Maitri juga dapat diartikan sebagai sahabat yang setia. Sedangkan lawan langsung dari Metta /Maitri adalah kebencian dan itikad buruk. Lawan tidak langsungnya adalah nafsu, keinginan yang bersifat jasmani, keterikatan terhadap nafsu-nafsu indrya dan kegiuran atau kemelakatan terhadap "Aku"(Pema/Prema). Metta adalah suatu keadaan bathin yang bersih seperti air raksa yang tidak melekat pada apapun.
- Metta menempati suatu tempat sebagai subjek tetapi tidak melekat pada subjeknya.
- Metta menyasar suatu objek tetapi tidak melekat pada objek atautanpapamrih.
- Metta merupakan bahasa hati yang menghubungkan satu sama lain serta menyatukannya (sebagai alat pemersatu).
- Metta membantu tetapi tidak mencampuri.
- Metta mencintai tetapi bijaksana, tidak melekat dan sekaligus tidak menyakiti.
- Metta memberi tetapi tidak menuntut dan tidak bangga.
- Metta tidak lemah tetapi lembut dan tegar.
Perbuatan Metta dilakukan dengan tekad untuk menolong, membebaskan, membahagiakan dan melapangkan jalan.
Cara-cara untuk mengembangkan Metta adalah:
Membuang sifat jahat, kebencian, marah dan dendam.
Merenungkan manfaat mengasihi, mencintai melalui pemusatan pikiran pada hukum karma.

b. Karuna:
kasih sayang yang tulus kepada semua mahkluk yang menderita. Ikut merasakan beban penderitaan serta membantu mengeliminir penderitaan yang dialami. Lawan langsung Karuna adalah kekerasan dan kekejaman. Sedangkan lawan tidak langsung atau terselubung adalah kesedihan. Karuna akan menghindari kejahatan dan kekejaman sekecil apapun serta berupaya melenyapkan penderitaan mahkluk lain tanpa memandang ras, agama, jenis kelamin, suku, bangsa, usia dan tempat tinggal (Universal) dan memberikan sesuatu yang menentramkan. Semua perbuatan baik, sifat-sifat baik mempuhyai dasar Karuna sebagai pangkal pijakan (Karuna Nidhanam Nisilam).

c. Mudita:
merupakan kegembiraan yang timbul dari hati nurani atas keberhasilan orang lain. Mudita adalah simpati tanpa keakuan. Lawan langsungnya adalah irihati, dengki dan ketidak-senangan. Sedangkan lawan terselubungnyaadalah luapan emosi. Sifat Karuna dan Mudita ibarat sekeping matauang: berbeda tetapi tak dapat dipisahkan.

d. Upekka/Upeksa:
keseimbangan bathin yang timbul akibat perenungan terhadap sebab-akibat/Hukum Karma serta memiliki pengertian tentang kesunyataan sehingga membuat pikirannya tenang dan tidak tergoyahkan. Lawan langsung dari Upekka adalah keterikatan, sedangkan lawan terselubung adalah sifat acuh tak acuh yang diakibatkan oleh kebodohan bathin. Metta merangkul semua mahkluk, Karuna menyentuh orang yang sedang menderita, Mudita menumbuhkembangkan semangat bagi yangberhasil dan yang tidak berhasil, yang baik dan yang jahat yang dikasihi maupun yang terlantar, yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, yang tampak buruk maupun yang cantik dengan tanpa pilih kasih. Upekkha tidak hanyut atau terlena terhadap atthaloka dhamma atau perubahan delapan macam dari kehidupan yaitu: untung-rugi, tidak mashur-termashur, dipuji-dicela, suka-duka.

2. Dibba Vihara, terdiri dari: 
  • Hiri:   Rasa malu untuk melakukan perbuatan yang tidak baik. 
  • Ottapa:  Rasa takut akan akibat dari perbuatan yang tidak baik.
3. Dhamma Vihara adalah merupakan jantung kehidupan manusia, yaitu:
  • Jangan berbuat jahat

2. Dibba Vihara, terdiri dari: 
  • Hiri:   Rasa malu untuk melakukan perbuatan yang tidak baik. 
  • Ottapa:  Rasa takut akan akibat dari perbuatan yang tidak baik.
3. Dhamma Vihara adalah merupakan jantung kehidupan manusia, yaitu:
  • Jangan berbuat jahat
  • Berusahalah untuk menambah kebaikan
  • Sucikan hati dan pikiran
  • Inilah ajaran paraBuddha.
4. Arya Vihara, terdiri dari:
  • Sila : Latihan kedisiplinan untuk tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak baik yang dapat menimbulkan kerugian bagi orang/mahluk lain.
  • Samadhi: Pengembangan bathin untuk mencapai ketenangan dan pandangan terang.
  • Panna: Kebijaksanaan yang timbul sebagai akibat dari pelaksaan sila yang baik. Merekayang memiliki ke bijaksanaan akan mencapai kebahagian sejati.
Untuk membangun vihara sebagai tempat tinggal kita butuh material, kemauan, tenaga dan uang. Sedangkan untuk membangun vihara dalam bathin kita membutuhkan Sati dan Sampa janna. Sati adalah keadaan yang selalu sadar, penuh perhatian dan kesadaran yang ditujukan kepada Brahmavihara, Dibhavihara, Dhammavihara dan Arya vihara. Sampajanna berarti sadar akan apa yang sedang dilakukan, selalu mengetahui apa yang sedang dilakukan oleh mata, hidung, telinga, anggotatubuh lain- nya serta pikiran.

Brahmavihara, Dibbavihara, Dhammavihara dan Aryavihara sangat baik dan tepat digunakan sebagai landasan filosofis hidup berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara sehingga mampu menciptakan kedamaian dan perdamaian dunia.
SEJARAH AGAMA BUDHA Di INDONESIA

SEJARAH AGAMA BUDHA Di INDONESIA


Pada jaman dahulu orang-orang di Indonesia menyembah dan memuja roh leluhur. Leluhur dianggap sebagai yang telah berjasa dan mempunyai banyak pengalaman. Roh leluhur, Hyang, atau Dahyang, demikian beberapa sebutan yang biasa dipakai, menurut kepercayaan pada waktu itu dianggap mempunyai kekuatan gaib yang dapat digunakan oleh orang-orang yang masih hidup. Kekuatan gaib itu diperlukan jika orang mulai suatu pekerjaan yang penting. Misalnya akan berangkat perang, akan mulai mengerjakan tanah, dan lain sebagainya.
Mereka percaya juga bahwa benda-benda seperti pohon besar, batu besar, gunung dan sebagainya dihuni oleh roh-roh. Ada kalanya benda-benda atau senjata-senjata juga dianggap bertuah dan sakti sehingga dijadikan jimat oleh pemiliknya. Upacara pemujaan roh leluhur harus diatur sebaik-baiknya, agar restu mudah diperoleh. Pertunjukan wayang erat hubungannya dengan upacara tersebut. Kepercayaan kepada Hyang masih dapat kita lihat sampai saat ini.
2. JAMAN SRIWIJAYA
Kerajaan Sriwijaya bukan saja termasyur karena kekuatan angkatan perangnya, melainkan juga karena merupakan pusat ilmu dan kebudayaan Buddhis. Di sana terdapat banyak vihara dan dihuni oleh ribuan Bhikkhu. Di Perguruan Tinggi Agama Buddha di Sriwijaya, selain kuliah-kuliah tentang Agama Buddha, orang dapat mengikuti juga kuliah-kuliah tentang bahasa Sansekerta dan bahasa Jawa Kuno (Kawi). Pujangga-pujangga Agama Buddha terkenal seperti Dharmapala dan Sakyakirti pernah mengajar di Perguruan Tinggi tersebut. Pada waktu itu Sriwijaya merupakan mercusuar Agama Buddha di Asia Tenggara. Sriwijaya memancarkan cahaya budaya manusia yang cemerlang.
Tentang Agama Buddha di Sriwijaya juga banyak diberitakan oleh Sarjana Agama Buddha dari Tiongkok yang bernama Itsing. Tahun 672 ia berangkat berziarah ke tempat-tempat suci Agama Buddha di India. Dalam perjalanan pulang sekitar tahun 685, ia singgah di Kerajaan Sriwijaya. Ia tinggal di sana selama 10 tahun untuk mempelajari dan menerjemahkan buku-buku suci Agama Buddha dari Bahasa Sansekerta ke Bahasa Cina.
Kerajaan Sriwijaya yang didirikan pada ? abad ke-7 dapat bertahan terus hingga tahun 1377.
3. JAMAN SAILENDRA DI MATARAM
Sekitar tahun 775 sampai dengan 850 di daerah Bagelan dan Yogyakarta berkuasalah raja-raja dari wangsa Sailendra yang memeluk Agama Buddha. Inilah jaman keemasan bagi Mataram dan negara di bawah pemerintahannya karena keadaan saat itu aman dan makmur.
Ilmu pengetahuan, terutama ilmu pengetahuan tentang Agama Buddha, sangatlah maju. Kesenian – terutama seni pahat, mencapai taraf yang sangat tinggi. Pada waktu itu seniman-seniman Bangsa Indonesia telah menghasilkan karya seni yang mengagumkan, misalnya Candi Borobudur, Pawon, Mendut, Kalasan, dan Sewu.
Selain candi-candi tersebut di atas, sebenarnya masih banyak lagi candi-candi yang didirikan atas perintah raja-raja Sailendra. Tetapi yang paling besar dan paling indah adalah Candi Borobudur. Setelah Raja Samarottungga meninggal dunia, Mataram kembali diperintah oleh raja-raja dari wangsa Sanjaya yang beragama Hindu, namun Agama Buddha dan Agama Hindu dapat berkembang terus berdampingan dengan rukun dan damai.
4. JAMAN MAJAPAHIT
Di bawah raja-raja Majapahit (tahun 1292 sampai dengan tahun 1478) yang menganut Agama Hindu, Agama Buddha masih dapat berkembang dengan baik. Toleransi dalam bidang keagamaan dijaga baik-baik, sehingga pertentangan antar agama tak pernah terjadi.
Pada waktu pemerintahan Raja Hayam Wuruk, seorang pujangga terkenal, Mpu Tantular, menulis sebuah buku yang berjudul “Sutasoma”, di mana di dalamnya terdapat kalimat Ciwa Buddha Bhinneka Tunggal Ika Tanhang Dharma Mandrawa. Dari kata-kata inilah kemudian diambil semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” yang kini dijadikan lambang Negara Republik Indonesia yang melambangkan motto toleransi dan persatuan.
Setelah Kerajaan Majapahit runtuh pada tahun 1478, maka berangsur-angsur Agama Buddha dan Hindu digeser kedudukannya oleh Agama Islam.
5. JAMAN ABAD KE-20
Agama Buddha mulai bangkit kembali di Pulau Jawa ditandai dengan datangnya Y.M. Bhikkhu Narada Thera dari Sri Lanka (Ceylon) pada bulan Maret 1934. Selama berada di Pulau Jawa, Y.M. Bhikkhu Narada telah melakukan sejumlah kegiatan. Antara lain sebagai berikut:
* Memberikan khotbah-khotbah dan pelajaran-pelajaran Buddha Dhamma di beberapa tempat di Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.
* Memberkahi penanaman Pohon Bodhi di pelataran Candi Borobudur pada 10 Maret 1934.
* Membantu dalam pendirian Java Buddhist Association (Perhimpunan Agama Buddha yang pertama) di Bogor dan Jakarta.
* Menjalin kerja sama yang erat dengan Bhikshu-Bhikshu (hweshio-hweshio) dari klenteng-klenteng Kim Tek Ie, Klenteng Toeng San Tong di Jakarta, Klenteng Hok Tek Bio di Bogor, Klenteng Kwan Im Tong di Bandung, Klenteng Tin Kok Sih di Solo, dan perhimpunan-perhimpunan Theosofie di DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.
* Melantik upasaka dan upasika di tempat-tempat yang dikunjungi.
Nama-nama dari para perintis bangkitnya kembali Agama Buddha di Pulau Jawa pada waktu itu adalah antara lain:
1. Pandita Josias van Dienst, Deputy Director General Buddhist Mission, Java Section (Headquarter-nya berada di Thaton, Birma) dan
2. Kwee Tek Hoay, Direktur dan Redaktur Kepala dari Majalah Moestika Dharma, Jakarta.
Tahun 1938 berdirilah Sam Kauw Hwee di beberapa tempat di Indonesia. Pada tahun 1952 Sam Kauw Hwee-Sam Kauw Hwee tersebut bergabung menjadi Gabungan Sam Kauw Indonesia (GSKI), kemudian mengganti nama menjadi Gabungan Tri Dharma Indonesia.
Pada tahun 1953 The Boan An dari Bogor ditahbiskan menjadi Bhikkhu Therav?da di Birma oleh Ven. Mahasi Sayadaw dan diberi nama Ashin Jinarakkhita. Sekitar tahun 1955-1956 berdiri Persaudaraan Upasaka-Upasika Indonesia (PUUI).
Tanggal 3 Mei 1958 dibentuk Perhimpunan Buddhis Indonesia (disingkat PERBUDI) yang berkedudukan di Semarang. Tetapi sejak tahun 1965 dipindahkan ke Jakarta. Tahun 1970 PERBUDI menjadi PERBUDDHI sebagai gabungan dari PERBUDI, PUUI (Persaudaraan Upasaka-Upasika Indonesia), GPBI (Gerakan Pemuda Buddhis Indonesia), dan Wanita Buddhis Indonesia.
Pada tahun 1959 Y.M. Narada Mahathera kembali datang ke Indonesia disertai 12 orang Bhikkhu senior dari beberapa negara, yaitu:
1. H.E. Somdach Choun Nath Mahathera dari Kamboja.
2. Ven. Ung Mean Chanavanno Mahathera dari Kamboja.
3. Ven. Agga Maha Pandita Mahasi Sayadaw dari Birma.
4. Ven. Narada Mahathera dari Sri Lanka.
5. Ven. Tudawe Arivawangsa Nayaka Thera dari Sri Lanka.
6. Ven. Piyadasi Mahathera dari Sri Lanka.
7. Ven. Walane Satthisara Mahathera dari Sri Lanka.
8. Ven. Kamburugamuwe Mahanama Mahathera dari Sri Lanka.
9. Ven. Ransegoda Sarapala Thera dari Sri Lanka.
10. Ven. Phra Visal Samanagun dari Thailand.
11. Ven. Phra Sumreng Arnuntho Thera dari Thailand.
12. Ven. Phra Kru Champirat Threra dari Thailand.
13. Ven. Phra Kaveevorayan dari Thailand.
Tanggal 21 Mei 1959, Ong Tiang Biauw (dari Tangerang) ditahbiskan menjadi Bhikkhu di “International Sima” di Kassap, Semarang oleh H.E. Somdach Choun Nath Mahathera dari Kamboja dengan nama Jinaputta. Pada hari yang sama I Ktut Tangkas (dari Mengwi, Bali) ditahbiskan menjadi Samanera Jinapiya dan Sontomihardjo (dari Kutoarjo) menjadi Samanera Jinananda. Tanggal 3 Juni 1959 di Pura Besakih, Samanera Jinapiya ditahbiskan menjadi bhikkhu (pada tanggal 12-2-1976 sempat lepas jubah) oleh Ven. Narada Mahathera. Tanggal 26 Juli 1988 ia ditahbiskan kembali di Wat Bovoranives, Bangkok dan diberi nama Thitaketuko.
Antara 1963 sampai dengan 1965 terdapat perbedaan pendapat dan pandangan di kalangan pimpinan umat Buddha, sehingga di sana-sini didirikan organisasi-organisasi Buddhis baru yang dalam prakteknya satu dengan yang lain saling menjatuhkan.
Pada 15 November 1966, Samanera Jinagiri (dari Banjar, Singaraja Bali) ditahbiskan menjadi Bhikkhu di Wat Benchamabophit, Bangkok oleh Ven. Chau Kun Dhammakittisophon dan diganti namanya menjadi Girirakkhito. Pada kesempatan yang sama juga ditahbiskan Samanera Jinaratana menjadi bhikkhu. (Pada tanggal 18 Desember 1976 ikut menyusul rekannya Bhikkhu Jinapiya untuk lepas jubah, dan kembali menjadi umat Buddha biasa). Selanjutnya pada tahun 1967 Soenaryo (dari Solo) ditahbiskan manjadi Bhikkhu di Sri Lanka dan diberi nama Sumanggalo (meninggal di Belanda pada 2 September 1987).
Pada 14 Mei 1967 di Lawang dibentuk Perhimpunan Tempat Ibadah Tri Dharma (PTITD) untuk seluruh Jawa Timur dengan Ketua Umum Ong Kie Tjay dari Surabaya.
Di tahun 1969 datanglah Ven. Chau Kun Phra Dhepvoravethi dari Wat Paknam, Thonburi, Bangkok. Setelah kembali ke Bangkok, ia mengirim, melalui Y.M. Bhikkhu Jinaratana, buku-buku bagian dari Kitab Suci Tipitaka dalam Bahasa Pali dan Inggris dan patung-patung Buddha dari kuningan untuk vihara-vihara di Banten, Bogor, Garut, Muntilan, Purworejo, Bali, Ujung Pandang, Samarinda, Palembang, Jambi, dan tempat-tempat lainnya.
Selain candi-candi tersebut di atas, sebenarnya masih banyak lagi candi-candi yang didirikan atas perintah raja-raja Sailendra. Tetapi yang paling besar dan paling indah adalah Candi Borobudur. Setelah Raja Samarottungga meninggal dunia, Mataram kembali diperintah oleh raja-raja dari wangsa Sanjaya yang beragama Hindu, namun Agama Buddha dan Agama Hindu dapat berkembang terus berdampingan dengan rukun dan damai.
Pada tahun itu juga datang di Indonesia empat orang Dhammaduta dari Thailand untuk membantu mengembangkan Agama Buddha di Indonesia. Mereka adalah Ven. Phra Kru Pallad Attachariya Nukich (sekarang memakai nama Chau Kun Vidhurdhammabhorn), Ven. Phra Kru Pallad Viriyacarya, Ven. Phra Maha Prataen Khemadas, dan Ven. Phara Maha Sujib Khemacharo.
Tahun 1969 juga, untuk pertamakalinya mahasiswa Buddhis di Jakarta mengadakan Upacara Asadha di Gandhi School, Jakarta. Dua tahun kemudian terbentuklah Keluarga Mahasiswa Buddhis Jakarta (KMBJ).
Menjelang perayaan Waisak tahun 1971, datang rombongan Bhikkhu dari Thailand untuk meresmikan Brahma-Vihara yang terletak di Banjar, Singaraja Bali. Rombongan tersebut terdiri dari Ven. Chau Kun Phra Dhammakittisophon dari Wat Benjamabophit, Ven. Chau Kun Phra Dhepgunaphon dari Wat Sraket, Ven. Chau Kun Phra Patrasaramuni dari Wat Prabatmingmaung, Prae, dan Ven. DR. Phra Maha Singhaton Narasabho dari Wat Prajetubon.
Pada 12 Januari 1972 terbentuk Sangha Indonesia yang terdiri dari Y.M. Bhikkhu Jinapiya, Y.M. Bhikkhu Girirakkhito, Y.M. Bhikkhu Jinaratana, Y.M. Bhikkhu Sumanggalo, dan Y.M. Bhikkhu Subhato.
Tanggal 28 Mei 1972 dicetuskan ikrar persatuan dan kesatuan dari tujuh organisasi Buddhis menjadi satu organisasi tunggal dengan nama Buddha Dharma Indonesia (BUDHI). Di samping itu, berdiri juga sebuah Majelis yang diberi nama Majelis Buddha Dharma Indonesia yang kelak akan menetapkan pedoman-pedoman mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan Agama Buddha di Indonesia. Ketujuh organisasi yang menandatangani ikrar tersebut di atas adalah:
1. Perhimpunan Buddhis Indonesia (PERBUDDHI),
2. Buddhis Indonesia,
3. Musyawarah Umat Buddha Seluruh Indonesia (MUBSI),
4. Gabungan Tri Dharma Indonesia,
5. Persaudaraan Umat Buddha Salatiga,
6. Majelis Ulama Agama Buddha Indonesia (MUABI), dan
7. Dewan Vihara Indonesia.
Perlu diketahui, Gabungan Tri Dharma Indonesia dan Majelis Ulama Agama Buddha Indonesia (MUABI), karena sesuatu hal, tidak meleburkan diri ke dalam Buddha Dharma Indonesia (BUDHI).
Atas prakarsa Dirjen Bimas Hindu dan Buddha, pada tahun 1974 terbentuk Sangha Agung Indonesia (SAI).
Pada 23 Juli 1975 alm. Ibu Tien Soeharto meresmikan Arya Dwipa Arama di Taman Mini Indonesia Indah dan menyerahkan penggunaannya kepada umat Buddha Indonesia yang diterima oleh Suraji Ariakertawijaya.
Pada 12-14 Maret 1976 diselenggarakan Pasamuan ke-I Majelis Buddha Dharma Indonesia di Lawang. Pasamuan itu berhasil membuat beberapa ketetapan mengenai berbagai aspek Agama Buddha di Indonesia. Dalam pertemuan tersebut juga terbentuk Badan Pekerja Majelis Buddha Dharma Indonesia.
Tanggal 29 September 1976 terbentuk Gabungan Umat Buddha Seluruh Indonesia (GUBSI) dengan Ketua Umum Rd. Eko Sasongko Praptomo, SH., dan Sekjen Drs. Pannajiwa AT. GUBSI terdiri dari gabungan umat dari tujuh organisasi, yaitu:
1. Buddha Dharma Indonesia (BUDHI),
2. Gabungan Tri Dharma Indonesia (GTI),
3. Gabungan Vihara Buddha Mahayana Indonesia,
4. Majelis Agama Buddha Nichiren Shoshu Indonesia,
5. Majelis Pandita Buddha Maitreya Indonesia (MAPANBUMI),
6. Pamong Umat Buddha Kasogatan,
7. Perhimpunan Buddha Dharma Indonesia (PERBUDHI).
Pada tanggal 3 Oktober 1976 di Bandung terbentuk Majelis Pandita Buddha Dhamma Indonesia (MAPANBUDHI), dengan Sekjen MPU Khemanyana Karbono dan Wakil Sekjen MPU (alm.) Sumedha Widyadharma.
Tanggal 11 Oktober 1976 terbentuk Majelis Agung Buddha Indonesia (MABI) sebagai forum konsultasi dari Majelis-majelis Agama Buddha yang ada, yaitu Majelis Ulama Agama Buddha Indonesia (MUABI), Majelis Pandita Buddha Maitreya Indonesia (MAPANBUMI). Majelis Buddha Dharma Indonesia. Gabungan Tri Dharma Indonesia (GTI). Majelis Kasogatan. Nichiren Shoshu. Perhimpunan Tempat Ibadah Tri Dharma (PTITD).
Tanggal 23 Oktober 1976 merupakan tanggal yang bersejarah bagi Agama Buddha mazhab Theravada di Indonesia. Karena pada hari itu berdirilah Sangha Theravada Indonesia di Vihara Maha Dhammaloka, Semarang (sekarang Vihara Tanah Putih). Para Bhikkhu yang tercatat sebagai pendirinya adalah Y.M. Bhikkhu Aggabalo, Y.M. Bhikkhu Khemasarano (alm.), Y.M. Bhikkhu Suddhammo (alm.), Y.M. Bhikkhu Khemiyo, dan Y.M. Bhikkhu Nanavuttho.
Pada 7 – 8 Mei 1978 telah dilangsungkan Kongres Umat Buddha di Yogyakarta dan terbentuklah Perwalian Umat Buddha Indonesia (WALUBI) sebagai wadah tunggal umat Buddha di Indonesia dengan Suparto Hs. Sebagai ketua dan anggota-anggotanya adalah Suwarto Kolopaking, S.H., Ir. T. Soekarno, Gunawan Sindhumarto, S.H., Drs. Oka Diputhera, Bhaggadewa Siddharta, Herman S. Endro, S.H., dan Hartanto Kulle.
Tanggal 9 Maret 1981 dibentuk Yayasan Jakarta Dhammacakkha Jaya dengan Ketuanya adalah (alm.) Bapak O. P. Koesno dan sebagai Sekretaris diangkatlah (alm.) Drs. Teja S. M. Rashid .
Pada 8 – 11 Juli 1986 di Jakarta diadakan Kongres I WALUBI yang dibuka oleh Presiden Soeharto.
Pengukuhan Uposathagara yang terletak di Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya, Jakarta dilakukan pada 24 Agustus 1985. Upacara dipimpin oleh Somdet Phra Nyayasamvara dari Wat Bovoranives, Bangkok, Thailand yang datang bersama lebih dari sepuluh orang Bhikkhu dari Thailand. Yang juga banyak perannya dalam pembangunan Uposathagara tersebut adalah Phra Sombat Pavito Thera (juga dari Thailand). Dengan adanya Uposathagara tersebut, maka para calon Bhikkhu dari Indonesia tidak perlu lagi harus ke Thailand untuk ditahbiskan. Maka, untuk pertama kalinya, tepatnya pada 6 Desember 1987, Uposathagara itu dipergunakan untuk menahbiskan tiga orang Bhikkhu Indonesia dengan Y.M. Sukhemo Thera sebagai Upajjhaya. Tiga orang Bhikkhu adalah Y.M. Bhikkhu Jagaro, Y.M. Bhikkhu Gandhako (alm.), dan Y.M. Bhikkhu Khantidharo.
Sidang Khusus Widyeka Sabha WALUBI pada 8 Juli 1987 dan Sidang DPP WALUBI (9-10 Juli 1987) menjadi sidang-sidang yang penting. Karena melalui sidang-sidang itu, Widyeka Sabha WALUBI mengambil keputusan bulat mengenai NSI (Nichiren Syosyu Indonesia) dengan tidak mengakuinya sebagai sebuah Majelis Agama Buddha di Indonesia. Dasar yang dipakai antara lain, NSI ternyata berisi ajaran dan doktrin yang menyimpang/menyeleweng dari Agama Buddha yang berpedoman pada Kitab Suci Tripitaka/Tipitaka secara utuh terpadu sebagaimana yang diajarkan oleh Sang Buddha Gautama/Sakyamuni. Keputusan ini kemudian dilaksanakan oleh DPP WALUBI dengan mengeluarkan NSI dari keanggotaan WALUBI melalui Pernyataan DPP WALUBI No.01/DPP/WALUBI/87. Setelah peristiwa itu, WALUBI terdiri dari 3 (tiga) Sangha dan 6 (enam) Majelis Agama Buddha.
Pada Juli 1991 Sangha Therav?da Indonesia (STI) menyerahkan upadi (tanda penghargaan) kepada tiga orang tokoh umat Buddha, bertempat di Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya, Jakarta. Ketiganya adalah Sumedha Widyadharma mendapat gelar SASANA CARIYA, (alm.) Anton Haliman mendapat gelar SASANA PALA, dan Visakha Hartati Tjakra Murdaya mendapat gelar SASANA PALA. Gelar penghargaan ini merupakan gelar kehormatan tertinggi saat itu dan juga yang pertama kali diberikan oleh STI.
Mulai 1993 sampai dengan 1994 kembali terjadi kemelut di dalam tubuh WALUBI. Kemelut kali ini berakhir dengan diberhentikannya Sangha Agung Indonesia dan Majelis Buddhayana Indonesia dari keanggotaan WALUBI pada 15 Oktober 1994.
Pada 12 Juli 1994 untuk pertama kalinya, Presiden Soeharto (saat itu) dan (alm.) Ny. Tien Soeharto bersedia menghadiri Dharmasanti Waisak 2538/1994 di Jakarta Hilton Convention Centre bersama dengan Wakil Presiden Tri Sutrisno dan Ny. Tuti Try Sutrisno serta sejumlah menteri.
Pada 18 Agustus 1994 dibentuk satu lembaga Buddhis baru yang diberi nama Keluarga Cendekiawan Buddhis Indonesia (KCBI) dengan Siti Hartati Murdaya, MBA sebagai Ketua Umum dan Drs. Oka Diputhera sebagai Sekjen.
Tanggal 2 April 1995 bertempat di Vihara Mendut, Mungkid, Jawa Tengah, Sangha Theravada Indonesia menganugerahkan tanda penghormatan kepada tiga orang Pengurus Pusat Majelis Pandita Buddha Dhamma Indonesia (MAPANBUDHI, sekarang Magabudhi -red). Penghargaan itu diberikan karena pengabdian terus menerus disertai dedikasi yang tinggi selama lebih dari dua puluh lima tahun dan turut aktif mengembangkan Agama Buddha Theravada di Indonesia. Mereka adalah Drs. Teja S. Mochtar Rashid (mendapat gelar DHAMMA VISARADA), Herman Satriyo Endro, S.H. (DHAMMA LANKARA), dan dr. R. Surya Widya (SASANA DHAJA).